PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Tujuan pemberian pakan pada ikan adalah
menyediakan kebutuhan gizi untuk kesehatan yang baik, pertumbuhan dan hasil
panen yang optimum, produksi limbah yang minimum dengan biaya yang masuk akal
demi keuntungan yang maksimum. Pakan yang berkualitas kegizian dan fisik
merupakan kunci untuk mencapai tujuan-tujuan produksi dan ekonomis budidaya
ikan. Pengetahuan tentang gizi ikan dan pakan ikan berperan penting di dalam
mendukung pengembangan budidaya ikan (aquaculture) dalam mencapai tujuan
tersebut. Konversi yang efisien dalam memberi makan ikan sangat penting bagi
pembudidaya ikan sebab pakan merupakan komponen yang cukup besar dari total
biaya produksi. Bagi pembudidaya ikan, pengetahuan tentang gizi bahan baku dan pakan merupakan
sesuatu yang sangat kritis sebab pakan menghabiskan biaya 40-50% dari biaya
produksi.
Di dalam budidaya ikan, formula pakan ikan harus mencukupi kebutuhan gizi
ikan yang dibudidayakan, seperti: protein (asam amino esensial), lemak (asam
lemak esensial), energi (karbohidrat), vitamin dan mineral. Mutu pakan akan
tergantung pada tingkatan dari bahan gizi yang dibutuhkan oleh ikan. Akan
tetapi, perihal gizi pada pakan bermutu sukar untuk digambarkan dikarenakan
banyaknya interaksi yang terjadi antara berbagai bahan gizi selama dan setelah
penyerapan di dalam pencernaan ikan Pakan bermutu umumnya tersusun dari bahan
baku pakan (feedstuffs) yang bermutu yang dapat berasal dari berbagai
sumber dan sering kali digunakan karena sudah tidak lagi dikonsumsi oleh
manusia. Pemilihan bahan baku
tersebut tergantung pada: kandungan bahan gizinya; kecernaannya (digestibility)
dan daya serap (bioavailability) ikan; tidak mengandung anti nutrisi dan
zat racun; tersedia dalam jumlah banyak dan harga relatif murah. Umumnya bahan baku berasal dari material
tumbuhan dan hewan. Ada
juga beberapa yang berasal dari produk samping atau limbah industri pertanian
atau peternakan. Bahan-bahan tersebut bisa berasal dari lokasi pembudidaya atau
didatangkan dari luar.
KANDUNGAN
PROTEIN PADA PELET IKAN YANG MENGANDUNG
SILASE AMPAS TAHU DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN
Pada usaha budidaya ikan yang dilakukan
secara tradisional kebutuhan pakan dapat dipenuhi oleh pakan alami yang tumbuh
di kolam. Akan tetepi di kolam ikan yang dikelola secara intensif, produksi
pakan alami sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan ikan yang ditebarkan
dengan kepadatan tinggi. Konsekuensinya, untuk memenuhi kebutuhan pakan yang
tepat dan berkesinambungan, harus digunakan pakan buatan. Penyediaan pakan
buatan ini harus ditangani secara sungguh karena sangat menentukan keberhasilan
usaha budidaya.
Semua
jenis ikan membutuhkan zat – zat gizi yang baik untuk kelangsungan hidupnya.
Selain baik kualitasnya, akan dan komposisinya juga harus diperhatikan agar
dapat memenuhi kebutuhan ikan. Pada dasarnya zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh
ikan dapat digolongkan menjadi dua kelompok:
1.
kelompok
yang menghasilkan energi. Zat gizi yang termasuk kelompok ini akan
menghasilkan energi jika dicerna oleh ikan. Tiga komponen zat gizi yang dapat
menghasilkan energi adalah protein, lemak, dan karbohidrat. Ketiga komponen ini
juga disebut komponen makro (macro component) karena dibutuhkan ikan dalam
jumlah relative besar. Nilai dari komponen energi pakan adalah 4,0 kkal/g untuk
protein 9,0 kkal/g untuk lemak dan 4,0 kkal/g untuk karbohidrat.
2.
kelompok yang tidak menghasilkan energi.
Meskipun tidak menghasilkan energi komponen zat gizi yang termasuk dalam
kelompok ini tetap diperlukan oleh ikan untuk menjaga keseimbangan gizi dalam
tubuhnya. Komponen pakan yang tidak menghasilkan energi adalah vitamin dan
mineral.
1.1.
Protein
Protein merupakan
senyawa polimer yang tersusun dari ikatan asam-asam amino. Pada ikan, protein
tersusun sekitar 70% bobot kering bahan organik di dalam jaringan tubuh ikan,
oleh karenanya, kandungan protein merupakan salah satu senyawa bergizi yang
paling penting pada pakan ikan. Kandungan protein kasar merupakan ukuran umum
bagi kualitas pakan ikan dan pertumbuhan ikan akan berbanding langsung dengan
kandungan protein di dalam pakannya, jika kandungan itu berada dalam kisaran 20
– 40% protein kasar.Kebutuhan protein optimum untuk ikan bervariasi bergantung
pada jenis ikan, tahap kehidupan, suhu air, konsumsi pakan, jumlah pemberian
pakan harian, frekuensi pemberian pakan, kualitas protein (komposisi asam
amino) dan kualitas energi non protein.
Ikan tidak membutuhkan
protein dalam arti yang sebenarnya, tetapi memerlukan kombinasi seimbang 20
jenis asam amino esensial dan non-esensial utama yang menyusun protein. Ikan
memanfaatkan protein pakan dengan mencernanya menjadi asam amino bebas yang
dapat diserap ke dalam darah dan diedarkan ke jaringan di seluruh tubuh, yang
kemudian disusun kembali menjadi protein jaringan ikan yang spesifik dan baru.
Protein di dalam jaringan ikan dibentuk dari keseluruhan (20 jenis) asam amino
utama. Ikan di dalam tubuhnya dapat mensintesis beberapa jenis asam-asam amino
ini, tetapi beberapa asam amino lainnya tidak, oleh karena itu harus
dikonsumsi. Kesepuluh jenis asam amino yang tidak dapat disintesis oleh ikan
ini disebut ”asam amino esensial” sehingga harus disediakan dalam jumlah layak
di dalam dietnya. Asam-asam amino esensial yang dibutuhkan oleh ikan dan hewan
sama atau serupa, namun secara kuantitatif berbeda, sebagai contoh asam amino
yang dibutuhkan oleh ikan lele, ikan mas dan ikan nila (Tabel 1).
Tabel 1. Kebutuhan asam amino ikan lele, ikan mas dan ikan nila dan
ketersediaan asam amino bagi ikan lele dalam lima bahan penyusun pakan utama (sebagai
basis terkomsumsi) (Schmittou, H.R., 1997)
Asam Amino
|
Kebutuhan bagi jenis ikan (%
pakan)
|
Ketersedian sumber protein bagi
ikan lele
(% bahan penyusun)
|
||||||
Ikan lele
|
Ikan mas
|
Ikan nila
|
Tepung ikan
|
Tepung kedelai
|
Tepung biji kapas
|
Dedak padi
|
Jagung Pipil
|
|
Arginin
|
1.38
|
1.37
|
1.34
|
3.41
|
2.93
|
3.81
|
0.68
|
0.35
|
Histidin
|
0.48
|
0.67
|
0.54
|
1.23
|
0.94
|
0.91
|
0.19
|
0.23
|
Isoleusin
|
0.38
|
0.80
|
0.99
|
2.51
|
1.62
|
1.09
|
0.40
|
0.24
|
Leusin
|
1.12
|
1.06
|
1.09
|
3.99
|
2.73
|
1.78
|
0.63
|
1.06
|
Lisin
|
1.63
|
1.82
|
1.63
|
4.08
|
2.52
|
1.20
|
0.46
|
0.24
|
Metionin + sistin
|
0.74
|
0.99
|
1.02
|
1.90
|
1.05
|
1.05
|
0.28
|
0.19
|
Fenilalanin + tirosin
|
1.60
|
2.07
|
1.82
|
3.90
|
2.89
|
2.63
|
1.04
|
0.68
|
Treonin
|
0.64
|
1.25
|
1.15
|
2.19
|
1.36
|
1.06
|
0.38
|
0.24
|
Triptopan
|
0.16
|
0.25
|
0.32
|
0.52
|
0.51
|
0.45
|
0.08
|
0.06
|
valin
|
0.96
|
1.15
|
0.90
|
2.80
|
1.59
|
1.43
|
0.62
|
0.33
|
Protein terdapat pada semua jenis hewan dan tumbuhan dalam jumlah dan
komposisi asam amino yang bervariasi. Namun, setiap jenis protein bervariasi
pula dalam kecernaan (daya cerna) dan kandungan asam amino yang tersedia bagi
ikan. Oleh karenanya, komposisi asam amino dan ketersediaannya di dalam bahan
penyusun pakan (ingredients) mungkin tidak seimbang dan mungkin terbatas
dibandingkan dengan kebutuhan untuk jenis ikan spesifik. Sumber bahan baku pakan (feedstuffs)
yang dikehendaki bagi penyediaan protein untuk pakan ikan sebagaian besar besar
berasal dari tepung ikan, karena produk ini tinggi persentase kandungan protein
kasarnya, mengandungan semua asam amino esensial berkadar tinggi. Tetapi
penggunaan bahan alternatif lain sebagai pengganti tepung ikan ataupun bungkil
kedelai telah mulai dicobakan, antara lain menggunakan tepung kedelai sebagai
penggangi tepung ikan (Moreau, Y., et.al, 2005 ; Sudaryono, A., et. al. 2005).
1.1.1.Fungsi protein
- Merupakan sumber energi bagi ikan,terutama apabila komponen lemak dan karbihidrat yang terdapat di dalam pakan tidak mampu memenuhi kebutuhan energi.
- Berparan dalam pertumbuhan maupun pembentukan jaringan tubuh.
- Berperan dalam perbaikan jaringan tubuh yang rusak.
- Mrerupakan kompinen utama dalam pembentukan enzim, hormone, dan antibody.
- Turut berperan dalam pembentukan gamet.
- Berperan dalam proses osmoregulasi di daam tubuh.
Jumlah protein yang dibutuhkan dalam pertumbuhan yang optimal tergantung
dari keberadaan sumber energi nonprotein dalam pakan. Kelebihan protein dalam
pakan, berkaitan dengan energi non protein dalam pakan, akan menghambat
pertumbuhan laju pertumbuhan. Catfish yang diberi pakan dengan kadar protein
ditingkatkan di atas 45% tanpa peningkatan yang proporsional dari energi non
protein akan mengalami penurunan laju pertumbuhan. Rendahnya ketersediaan
energi non protein dalam pakan meneyebabkan sebagian energi dalam pakan
dimetabolisme dan digunakan sebagai sumber energi.
1.1.2.Sumber protein
Di alam kebitikan pakan bagi ikan diperoleh dari bahan nabati maupun
hewani. Bahan protein dari nabati misalnya kedelai, jagung ,terigu, ampas tahu,
bungkil kacang tanah, bungkul kelapa dan dedak. Sementara, protein dari hewani misalnya
tepung ikan, tepung tulang, tepung darah dan lain- lain.
Protein hewani memiliki kualitasa yang lebih baik dibandingan protein
nabati. Hal ini dimungkinkan karena knadungan asam amino pada protein hewani lebih lengkap dibandingkan
protein nabati. Selain itu protein naabati
selalu tebungkus oleh lapisan selulosa sehingga agak sulit atau lamabat
bagi ikan untuk mencernanya.
Kebutuhan
protein
Tingkat kebutuhan protein setipa
jenis ikan tidak sama, bahkan dalam satu spesies kebutuhan protein dapat berbeda.
Kebutuhan protein langsung dipengaruhi oleh tingkat kecernaan dan pola asam
amino essensial dalam pakan(komposisi asam amino). Jumlah minimal protein yang
diperlukan untuk menghasilkan pertumbuhan maksimalditunjukkan dalam table 2.
Untuk mencapai keseimbangan nutrisi
dalam pakan,sebaiknya digunakan protein yang berasal dari sumber hewani dan
nabati secara bersama-sama.
Table
2. kebutuhan protein pada ikan untuk perumbuhan maksimal
Spesies
ikan
|
Jenis
protein
|
Suhu
|
Tingkat
Protein Pakan(%)
|
Carp
|
Casein
|
23.0
|
38.5
|
Sidat
|
casein
|
25.0
|
44.5
|
Catfish
|
Casein
Putih
telur
|
24.2
26.7
|
350
36.0
|
Red sea
Bream
|
Casein +
Galetin
|
25.0
|
55.0
|
Sumber
: Modifikasi dari Anwar et el, 1976
Kebutuhan
protein berdasarkan jenis dan ukuran ikna yang dipelihara pada berbagai kondisi
lingkungan berbeda disajikan dalam table 4. Ikan yang berumur kurang dari 1
tahun membutuhkan pakan dengan kebutuhan protein 40-50%, ikan yangberumur 1-3
tahun membutuhkan protein dengan kadar protein 35-40% dan ikan yang berumur
lebih dari 3 tahun membutuhkan protein 25-30%.
Table 3.
Kadar Protein dalam
Pakan KOmersil Untuk Beberapa Ukuran Ikan
Spesies
ikan
|
Kebutuhan
Protein dalam Pakan (%)
|
||
Larva
Fingerling
|
Fingerling
belum dewasa
|
Dewasa
dan induk
|
|
Carp
|
35-40
|
30-36
|
28-32
|
Sidat
|
50-56
|
45-50
|
-
|
Catfish
|
43-47
|
37-42
|
28-32
|
Red sea
Bream
|
45-54
|
43-48
|
-
|
Sumber
: Modifikasi adri Anwar et el , 1976
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan
protein adalah:
1.suhu air
Suhu
akan mempengaruhi proses metabolisme protein di dalam tubuh ikan sehingga
kebutuhan pakan meningkat. Suhu yang tinggi juga akan meningkatkan kebutuhan
energi untuk memelihara tubuh. Pada suhu 8,3 ºc,pertumbuhan yang cepat dari Chinook salmon (Oncorrhynchus ishawytsth) dapat
dicapai dengan pemberian pakan buatandengan kadar protein 40 %. Pada lingkungan
dengan suhu 14 ºc untuk memperoleh pertumbuhan yang sama dibutuhkan pakan
buatan dengan kadar 55%.
2.ukuran ikan
Ikan
kecil membutuhkan protein lebuh banyak dibandingkan dengan ikan besar karena
laju pencernaan dan pertumbuhannya relative tinggi. Sebagai contoh ikan Mas
saat masih larva membutuhkan pakan dengan kadar protein 43-47 % dan setelah
dewasa mwmbutuhkan protein 37-42 %. Lele yang masih kecil membutuhkan pakan
dengan kadar proein 35-40 % sedangkan lele dewasa membutuhkan protein 25-36 %.
3.Jenis ikan
Jenis
ikan dapat mempengaruhi kebutuhan protein di dalam pakan. Ikan karnivore
membutuhkan protein lebih banyak dari pada ikan herbivore, sedangkan kebuthkan
ikan omnivore diantara keduanya.
Tabel 4.
Kebutuhan Protein pada Ikan Untuk Mencapai Pertumbuhan Optimal
Spesies
ikan
|
Kandungan
Protein dalam Pakan (%)
|
Ikan Mas
|
38.0
|
Ikan lele
|
35.0
|
Sidat
|
44.5
|
Grass
crarp
|
41.0 –
43.0
|
Salmon
|
40.0-46.0
|
Bandeng
|
40.0
|
Udang
windu
|
40.0-50.0
|
Watanabe
(1988) juga memberikan informasi tentang kadar protein pada pakan yang optimal
untuk spesies ikan tertenti.
Table
5. Kadar Protein Pakan Optimal Bebebrapa Spesies Ikan
Spesies
ikan
|
Sumber
protein
|
Kadar
protein Optimal (%)
|
Rainbow trout
|
Tepung
ikan , kasein
|
34-45
|
Common carp
|
Tepung
ikan, kasein
|
30-38
|
Channel catfish
|
Tepung
ikan, ,telur
|
22-36
|
Sidat
jepang
|
Kasein
+ argin + sistein
|
44,5
|
Tilapia zili
|
kasein
|
35-40
|
T. nilotica
|
Tepung
ikan, kasein
|
30-35
|
Banding
|
kasein
|
40
|
Grouper
|
Tepung ikan, daging
ikan tuna
|
40-45
|
Red sea bream
|
Tepung ikan, kasein
|
45-55
|
Ekor
kuning
|
Tepung ikan
|
55
|
Tiger puffer
|
kasein
|
50
|
Udang
pituh
|
Tepung ikan
|
28-32
|
Udang
kuruma
|
Tepung ikan, daging
cumi-cumi
|
40-60
|
4. kualitas
protein
Hasil
penelitian memperlihatkan bahwa pakan buatan yang seimbang dengan kadar protein
24 % memiliki efisiensi yang lebih baik dibandingkan dengan pakan buatan yang
memiliki keseimbangan asam amino yang buruk meskipun kadar proteinnya 36%.
Table
6. Pengaruh Keseimbangan Protein Terhadap Konversi Pakan Pada Fingerling Catfish
Pakan
|
%
Protein
|
Rasio
Pakan dan Bobot Ikan
|
Rasio
rotein dan Bobot Ikan
|
Protein
yang seimbang
|
|||
1
|
36
|
1,29
|
0,46
|
2
|
30
|
1,44
|
0,43
|
3
|
24
|
1,57
|
0,37
|
Protein
yang Kurang Seimbang
|
|||
4
|
36
|
1,63
|
0,59
|
5
|
30
|
1,90
|
0,58
|
6
|
24
|
2,45
|
0,59
|
Apabila
persentase protein dalam bahan baku pakanrendah,
diperlukan pembarian pakan lebih banyak untuk menghasilkan laju pertumbuhan
yang sama dengan pakan yang terbuat dari bahan baku yang terbuat dari protein berkadar
tinggi.
1.2.Ampas Tahu
Kebutuhan asam amino pada beberapa jenis ikan disajikan pada table di
bawah ini. Pakan dengamn kualitas protein yang tinggi adalah pakan yang
mengandung asam amino dalam perbandingan optimal, sesuai dengan kebutuhan
sintesis protein ikan. Berkurangnya satu atau lebih asam amino dalam protein
akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan maupun nafsu makan. Penambahan asam
amino yang kurang tersebut akan dapat memperbaiki kembali perumbuhan dan nafsu
makan ikan yang dipelihara. Pada gambar di bawah nampak sekali bahw aprotein
yang lengkap akan menghasilkan pertumbuhan yang lebuh baik dibandingkan dengan
protein yang kurang lengkap.
Keterangan
.Pakan dengan asam amino lengkap
.pakan tanpa tirosin,glisisn,asam asparat,asam glutamate,dan prolin
Pakan tanpa asam amino essensial
Pertumbuhan setelah asam amino essensialnya dilengkapI
Biaya pakan merupakan biaya termahal dari
jumlah total biaya produksi, yaitu berkisar 60-70% (Wahju, 1988), apalagi saat
ini bahan baku
pelet seperti tepung ikan masih mengandalkan dari impor. Ditambah lagi dengan
ongkos produksi dan pemasaran menyebabkan harga pelet ikan semakin mahal. Salah
satu yang perlu dilakukan adalah dengan penggunaan alternatif bahan pakan yang
berasal dari lokal, seperti ampas tahu. Walaupun ampas tahu telah dikenal
dimanfaatkan untuk pakan ikan, namun perlu dioptimalisasikan baik dari segi
kualitas maupun kuantitas, sehingga dapat meningkatkan efisiensi. Ampas tahu
merupakan hasil limbah hasil olahan kacang kedelai pada proses pembuatan tahu,
dan masih memiliki nilai gizi yang dapat memenuhi kebutuhan ikan, yaitu sekitar
27 persen
Kelemahan ampas tahu memiliki
kandungan air yang tinggi yang dapat mengakibatkan umur simpannya pendek dan
penggunaannya terbatas. Ampas tahu tidak tahan lama disimpan, sepat asam dan
busuk karena aktivitas mikroba-mikroba perusak seperti bakteri, kapang dan
ragi. Sifat ampas tahu yang tidak tahan lama disimpan mengakibatkan penggunaan
ampas tahu tidak bisa lebih dari sehari atau langsung diberikan pada ikan.
Penggunaan ampas tahu akan lebih efisien jika dilakukan suatu cara pengawetan.
Pengeringan merupakan cara pengawetan namun memerlukan waktu dan tempat
sehingga tidak aman dari kontaminan (jika dijemur), dan energi (jika dioven).
Pembuatan silase merupakan cara pengawetan yang lebih ekonomis dan aman
sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi pengusaha tahu dan dilain pihak
tidak banyak merubah bentuk dan nilai gizi ampas tahu tersebut.
2.1. Deskripsi Ampas Tahu
Ampas tahu merupakan limbah dari
pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedele (Glycine max Merr) dengan kandungan proten berkisar 33-
42% dan kadar lemak 18-22% (Rachtamianto, 1974). Proses pembuatan tahu meliputi
tahap perendaman kedelai, penggilingan, pendidhan bubur kedele, penyaringan
atau pemerasan, penggumpalan sari kedelai dan pengempresannya. Pada proses penyaringan,
bahan yang tersaring yaitu berupa padatan yang kita kenal sebagai ampas. Jumlah
protein dari ampas tahu sangat bervariasi, terganting pada proses pembuatannya.
Pada pembuatan tahu secara tradisional dilakukan secara manual, sehingga akan
dihasilkan ampas tahu dengan kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pengolahan secara mekanis. Ampas tahu biasanya berasal dari kacang
kedele yang telah dimasak, sehingga ampas tahu mempunyai nilai biologis yang
lebih tinggi daripada biji kedelai itu sendiri (Winarno, 1985).
Ampas tahu memiliki daya tahan yang
rendah, karena ampas tahu segar masih mengandung kadar air tinggi yaitu sekitar
84,5 persen dari bobotnya. Ampas tahu basah akan segera menjadi rusak dalam
waktu 2-3 hari sehingga tidak disukai oleh ikan. Masalah ini dapat ditangani
dengan cara dijemur atau di dalam oven lalu digiling sehingga menjadi tepung,
namun dalam pelaksanaannya banyak mengalami kendala. Ampas tahu kering
mengandung kadar air sekitar 10,0 – 5,5 persen (Pulungan dkk. 1984).
Penggunaan ampas tahu segar pada ikan masih
dan ternak lainnya seperti babi, sapi perah, unggas, dan ikan (Lubis, 1983).
Ampas tahu masih mengandung protein sebesar 17 persen dari jumlah protein
kedelai. Bila kandungan protein kedelai sebesar 35 persen, maka kandungan
protein ampas tahu sebesar 6 persen berdasarkan berat segar (Shurtleff dan
Aoyagi, 1979). Usaha peningkatan daya awet ampas tahu selama penyimpanan, dan
sekaligus peningkatan nilai gizi ampas tahu perlu dilakukan untuk meningkatkan
jumlah pemberian dalam ransum ikan. Salah satu usaha adalah dengan pembuatan
silase. Bolsen dan Sapienza (1993) mengemukakan bahwa dalam pembuatan slase
akan berlangsung proses fermentasi yang dilakukan oleh mikroorganisme.
Fermentasi adalah suatu proses metabolisme dimana enzim dari mikroorganisme
melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan reaksi kmia lainnya, sehingga
terjadi perubahan kimia pada substrat organik dan menghasilkan produk tertentu.
Bahan makanan yang telah mengalami fermentasi biasanya mempunyai nlai gizi yang
lebih tinggi dari asalnya.
2.2. Proses
Pembuatan Silase.
Menurut Cullison dan Lowrey (1987),
silase adalah pakan hasil pengawetan dari bahan yang berkadar air tinggi,
umumnya hijauan rumput, dibawah kondisi anaerob alam tempat yang disebut silo,
sedangkan menurut Susetyo (1980) silase adalah bahan pakan yang telah disimpan
dalam keadaan anaerob dengan maksud mempertahankan warna dan palatabilitasnya
walaupun telah disimpan beberapa waktu lamanya. Ensilase adalah proses
pembuatannya sedangkan tempat pembuatannya dinamakan silo (Bolsen dan Sapienza,
1983).
Proses pembuatan silase memerlukan
waktu 2 sampa 3 minggu (Cullison dan Lowrey, 1987). Menurut Bath dkk (1985),
pembentukan asam asetat berlangsung selama 3 sampai 5 hari pertama dan dilanjutkan
dengan pembentukan asam laktat dan berheti pada sekitar hari ke 20 dimana pH
mencapai sekitar 4,0. Secara garis besar proses pembuatan silase terdiri dari
empat fase (Bolsen dan
Sapienza,
1983), yaitu :
(1) Fase Aerob
Fase ini dimulai sejak bahan dimasukkan
ke dalam silo. Untuk menghindari dampak negatif dari fase aerob ini, maka
pengisian dan penutupan silo harus dilakukan dalam waktu singkat dan cepat.
(2) Fase Fermentatif
Fase ni merupakan masa aktif
pertumbuhan bakteri penghasil asam laktat. Bakteri tersebut akan memfermentasi
gula menjadi asam laktat disertai produksi asam asetat, etanol, karbondioksida,
dan lain-lain. Masa fermentatif aktif berlangsung selama 1 minggu-1 bulan.
Fermentasi gula yang cepat oleh bakteri penghasil asam laktat disebabkan oleh
rendahnya pH akan menghentikan pertumbuhan mikroorganisme yang tidak
diinginkan.
(3) Fase Stabil.
Fase ini terjadi setelah masa aktif
pertumbuhan bakteri asam laktat berakhir. Faktor utama yang berpengaruh pada
kualitas silase selama fase ini adalah permeabilitas silo terhadap oksien.
Tingkat kehilangan bahan kering dapat dikurangi jika silo ditutup dan disegel
dengan baik sehingga hanya sedikit sekali aktivitas mikroba
yang dapat
terjadi pada fase ini.
(4) Fase Pengeluaran Silase
Fase ini dimulai pada saat silo
dibuka dan siasenya diberikan kepada ikan. Pada fase ini oksigen bebas akan
mengkontaminasi permukaan silase yang terbuka, sehingga menyebabkan
perkembangan mikroorganisme aerob.
2.4. Faktor yang Memacu Pertumbuhan Ikan.
Aspek fisiologi pencernaan dan pakan
merupakan faktor penting untuk memacu
pertumbuhan,
karena menurut Wiadnya, dkk (2000), lambatnya pertumbuhan diduga
disebabkan
dua faktor utama, yaitu :
a. Kondisi internal ikan sehubungan dengan
kemampuan ikan dalam mencerna dan
memanfaatkan pakan untuk pertambahan bobot
tubuh. Benih ikan nila gift
merupakan ikan yang termasuk hasil perbaikan
genetika dari ikan mujair dan ikan
nila, sehingga potensi tumbuhnya lebih baik.
b.Kondisi eksternal pakan, yang formulasinya
belum mengandung sumber nutrien
yang tepat dan lengkap bagi ikan sehingga
tidak dapat memacu pertumbuhan pada
tingkat optimal.
2.5. Penggunaan Ampas Tahu pada Ikan
Ampas tahu telah digunakan oleh para petani ikan sebagai pakan
tambahan, dengan pemberian secara langsung dalam karung yang dilubangi, namun
belum diketahui efisiensi pertumbuhannya pada ikan. Komposisi ampas tahu dan
ampas tahu hasil pengawetan (silase ampas tahu) .
Tabel
8. Perbandingan komposisi ampas tahu dengan silase ampas tahu
|
Protein
|
Air
|
Serat
Kasar
|
pH
|
Ampas
Tahu
|
24,02
%
|
90,18
%
|
21,55%
|
-
|
Silase
Ampas Tahu
|
27,99
%
|
83,18
%
|
21,42
%
|
3-4
|
Protein merupakan sumber utama yang dibutuhkan oleh ikan. Kualitas
protein ditentukan oleh kelengkapan asam amino di dalamnya. Protein nabati
nabati umumya defisien asam amino lysine dan metionin, yang dibutuhkan untuk
memacu pertumbuhan ikan (Ensminger, 1993). Maka dari itu penggunaan silase
ampas tahu sebagai sumber protein harus dilengkapi dengan asam amino sintetis.
Metionin merupakan asam amino esensial yang dibutuhkan ikan untuk pertumbuhan.
Dilihat dari komposisinya, kandungan protein silase ampas tahu
cukup tinggi, namun serat kasarnya juga cukup tinggi. Karena serat kasar cukup
tinggi maka penggunaannya harus dibatasi. Ikan nila gift termasuk ikan omnivora
yang cenderung herbivora. Hasil penelitian Mudawanah (2005) menunjukkan bahwa
penggunaan ampas tahu yang ditepungkan dalam pelet sebanyak 30% tidak
menghambat pertumbuhan benih ikan gurame.
Protein nabati dalam pelet komersial yang
biasa digunakan adalah tepung kedele. Menurut Ensminger (1993) maksimal
penggunaan tepung kedele pada ikan adalah 50 %. Silase Ampas tahu merupakan
hasil pengawetan ampas tahu, yang bahan asalnya dari kacang kedele. Penggunaan
silase ampas tahu 50% dalam pelet diharapkan dapat mengganti penggunaan tepung
kedele dan tepung ikan yang masih merupakan bahan impor pada industri pelet
komersial.
Pelet merupakan bentuk pakan yang
paling sesuai untuk ikan, karena teksturnya halus, kompak, nilai gizi merata,
dan mudah pemberiannya. Filler (bahan pengisi) dalam pembuatan pelet dapat
digunakan pakan remah, tepung tapioka dan tepung jagung.
tadinya saya tertarik dengan ampas tahu ini, namun yang difermentasi. jalan pintas. beli oncom 1100 gram, harga 3000 rp. kemudian dikeringkan dan ditepungkan. jadi 285 gram tepung oncom kering. dilabkan protein 20%. wah rugi mbak. mosok 1 kg tepung oncom harganya 10.500 rp. masih belum bisa menggantikan bungkil kedelai india yg proteinnya 43% harga dibawah 7rb
BalasHapusampas tahu terfermentasi dengan bakteri notrosomonas hanya 1-2 hari saja ..dan hasilnya sngat dahsyatb buat pertumbuhan ikan...apalagi ditambah gereh atau tepuh ikan dan keong mas..
BalasHapus