Senin, 09 Mei 2011

LAPORAN BIOLOGI LAUT


I.   PENDAHULUAN




1.1.  Latar Belakang
Laut seperti halnya daratan, dihuni oleh berbagai jenis biota yakni tumbuh-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme hidup. Biota laut menghuni hampir semua permukaan laut sampai dasar laut. Keberadaan ini sangat menarik perhatian manusia bukan saja karena kehidupannya yang penuh rahasia tetapi juga karena manfaatnya yang besar bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan biota laut yang semakn hari semakin meningkat diikuti oeh kemajuan ilmu pengetahuan teknologi (IPTEK) khususnya tentang kehidupan laut dan berbagai jenis biotanya yang tertampung dalam ilmu pengetahuan alam laut yang disebut biologi laut atau marine biology.
Luas wilayah perairan Indonesia yang merupakan 2/3 bagian dari luas wilayah keseluruhan kaya dengan beraneka ragam Sumberdaya  Laut yang masih belum banyak dimanfaatkan dan dikelola dengaan sempurna., yakni biota-biota lautnya.
Dengan luasnya potensi sumber daya laut tersebut, menyebabkan banyak potensi belum dimanfaatkan. Laut selain dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, ternyata di lain pihak mengalami pula penurunan atau bahkan kerusakan kualitas lingkungan karena pencemaran atau eksploitasi sumber daya secara berlebihan.
Provinsi Sumatera Barat mempunyai luas wilayah 47.000 km2 termasuk wilayah kepulauan Mentawai yang luas wilayah sekitar 6,097 km2 dan wilayah pantai sepanjang 459 km2. Sumatera Barat memiliki perairan yang luas. Pantai di sebelahan barat Sumatera relatif berkarang. Salah satu diantara pantai tersebut adalah pantai Cerocok Painan.
Pantai Cerocok berada di daerah Painan kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat dengan substratnya terdiri dari pasir dan karang. Di habitat karangnya banyak dijumpai berbagai macam komoditas ekonomis ekonomis penting diantara adalah keong, teripang, udang, rumput laut dan sebagainya.  
Biologi Laut merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang semua spesies yang ada di dalam wilayah laut yang luas ini. Mulai dari klasifikasi sampai pada rahasia kehidupan dari berbagai jenis biota laut yang beraneka ragam ini. Untuk melihat berbagai macam biota yang hidup di daerah intertidal Pantai Cerocok maka perlu dilakukan praktikum biologi laut di tempat ini.
1.2.  Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum biologi laut ini adalah untuk membahas biota-biota laut yang hidup di daerah intertidal Pantai Cerocok Painan. Kemudian dari biota-biota laut yang ditemukan tersebut kita dapat mengidentifikasinya sehingga kita bisa mengetahui spesiesnya.
Manfaat dari praktikum biologi laut ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai biota-biota laut yang hidup di daerah intertidal Pantai Cerocok Painan dengan harapan pengembangan pengetahuan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan, pertumbuhan serta pemanfaatan biota-biota laut ini.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daerah Litoral
Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara daratan dan laut.  Ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin.  Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun karena kegiatan manusia, seperti pengundulan hutan dan pencemaran (Bengen, 2002; Dahuri, Rais, Ginting dan Sitepu, 2001; Supriharyono, 2000a).
Daerah litoral adalah daerah yang langsung berbatasan dengan darat. Radiasi matahari, variasi temperatur dan salinitas mempunyai pengaruh yang lebih berarti untuk daerah ini dibandingkan dengan daerah laut lainnya. Biota yang hidup di daerah ini antara lain: ganggang yang hidup sebagai bentos, teripang, binatang laut, udang, kepiting, cacing laut. Dimana litoral adalah bentangan pantai yang terletak antara paras air tertinggi pada pasut purnama kearah daratan  dan paras air terendah dari pasut purnama kearah laut. Gari pembatas antara litoral dan laut jeluk biasanya terletak pada kejulukan 200 m dan secara kasar merupakan kejulukan dengan sinar matahari masih dapat menembus dasar laut. (:Laporan Penelitian Tim Geologi dan Sumberdaya Mineral, Kanwil Deptamben Prop. Sumatera Barat, 1997).
Daerah litoral merupakan daerah air dangkal, sinar matahari dapat menembus sampai dasar perairan organisme daerah litoral adalah tumbuhan yang berakar,udang,cacing dan fitoplankton(http://bebas.vlsm.org/v12/sponsor/Sponsor PendampingPraweda/ Biologi/ 0144%20Bio% 203-5e.htm). Dikunjungi 6 Juni, 2008, 12:25)
Pada kawasan yang lebih rendah yang terus dibasahi oleh air laut saat pasang adalah zona intertidal yang lebih “nyaman” bagi beberapa hewan kecil yang bergerak lincah. Kawasan ini sesekali terendam oleh air saat pasang dan sesekali terjemur oleh teriknya matahari saat surut. Pada kawasan supratidal dan intertidal, banyak di dominasi oleh hewan-hewan yang bergerak cepat untuk mencari makan seperti beberapa jenis kepiting dan atau mengubur diri kedalam pasir seperti beberapa jenis kerang-kerangan (bivalve) dan cacing pantai (Annelida) (http://www.wisataparlemen .com /frontPoweredb Joomla!  Generated: 6 Juni, 2008, 12:25)
Erosi pantai didefinisikan sebagai mundurnya garis pantai dari posisinya semula. Erosi terjadi bila terjadi angkutan sedimen litoral sepanjang pantai sehingga mengakibatkan berpindahnya sedimen dari satu tempat ke tempat lainnya. Angkutan sedimen litoral terjadi bila arah gelombang datang membentuk sudut dengan normal garis pantai.

2.2. Epifauna
Barnes and Hughes (1999) dan Nybakken (1997) menyatakan bahwa berdasarkan keberadaannya di dasar perairan, maka makrozoobentos yang hidupnya merayap di permukaan dasar perairan disebut dengan epifauna seperti Crustacea dan larva serangga.  Sedangkan makrozoobentos yang hidup pada substrat lunak di dalam lumpur disebut dengan infauna, misalnya Bivalve dan Polychaeta. Khusus pada zona intertidal, hewan-hewan yang membenamkan diri pada pasir (infauna) lebih banyak di jumpai di bandingkan dengan daerah subtidal yang di dominasi oleh hewan-hewan kecil yang hidup di atas permukaan pasir (epifauna).
Epifauna adalah hewan yang hidup di atas permukaan sedimen atau tanah ( wikipedia, 6 Juni, 2008), Madju Siagian, 2004 juga menyatakan bahwa Epifuna adalah semua semua hewan yang yang hidudiatas substrat dasar lautan atau perairan. Petersen (1918), mengemukakan bawa daerah dasar secara terus – menerus dihuni oleh sekelompok spesies yang sama dan bahwa daerah – daerah lain dihuni oleh spesies yang berlainan.
   Petersen ( 1924 ) mengamati bahwa daerah – daerah yang berlainan dan organisme yang mendominasi tetap konstan dan seragam dengan berjalannya waktu. Asosiasi ini kemudian ditetapkan sebagai komunitas dan dinamakan berdasarkan hewan yang mendominasinya.

2.3. Infauna
Infauna adalah hewan akuatik yang hidup di dasar substratum, bukan di permukaannya. Biasanya, hewan infauna semakin jarang ditemukan seiring bertambahnya kedalam air dan jaraknya dari garis pantai.
Ekosistem pantai terletak antara garis air surut terendah dan air pasang tertinggi.  Ekosistem ini berkisar dari daerah di mana ditemukan substrat berbatu dan berkerikil (yang mendukung sejumlah terbatas flora dan fauna sesil) hingga daerah berpasir aktif (dimana ditemukan populasi bakteri, protozoa, metazoa) dan daerah berpasir bersubstrat liat dan Lumpur (di mana ditemukan sejumlah besar komunitas infauna) (Bengen, 2002).
Makrozoobentos mempunyai peranan yang sangat penting dalam siklus nutrien di dasar perairan.  Montagna et all.  (1989) menyatakan bahwa dalam ekosistem perairan, makrozoobentos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi. 
            Woodin (1976) mengklasifikasian organisme infauna menjadi penggali pemakan deposit, pemakan suspensi, dan pembentuk tabung dari berbagai tipe. Klasifikasi ini tergantung pada klasifikasi oportunis-ekuilibrium.
            Khususnya untuk zona beriklim sedang, komunitas organisme yang mirip dengan yang ditemukan oleh Petersen dijumpai hidup pada habitat yang serupa di seluruh dunia. Ini melahirkan konsep ekologi ini, tipe sedimen yang mirip pada kedalaman yang sama di seluruh dunia mengandung komunitas yang kurang lebih sama. Spesies tidak sama, tapi mereka sangat mirip secara ekologis dan taksonomis. Mereka menempati relung yang hampir sama ( Tharson, 1955 ).
Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya.  Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu. karena hewan bentos terus menerus terdedah oleh air yang kualitasnya berubah-ubah (Oey, et al1., 1978). 
Diantara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro.  Kelompok ini lebih dikenal dengan makrozoobentos (Rosenberg dan Resh, 1993).
Infauna dan epifauna berperan penting dalam jaring makanan di pantai berlumpur, juga bertindak sebagai  konvertor untuk pembuatan bahan-bahan organik pada tingkatan trophic lebih tinggi, sehingga menyokong peningkatan produktivitas alam bebas (wildlife) dan ikan. Di lain pihak,  ikan-ikan demersal, neretic, dan pemangsa terestrial contohnya elasmobranchs ( ikan hiu, skates dan manta rays-pari), flatfish dan bottomdwelling jenis lainnya; shorebirds; mamalia laut, termasuk ikan paus dan berang-berang laut; dan manusia. 
Dengan diuraikannya secara rinci bagaimana berbagai rantai makanan terhubung ke dalam suatu jaringan makanan terpadu pada benthic community dalam system dinamika pantai berlumpur adalah penting untuk di jawab bahwa ekosistem pantai berlumpur ini berperan di dalam keseimbangan produktifitas primer perairan.


III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat
  Pratikum ini dilaksanakan dilapangan dan di laboratorium. Praktikum lapangan dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 1 Juni 2008 di Pantai Cerocok Sumatera Barat. Sedangkan analisa di laboratorium dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 4 Juni 2008.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum biologi laut di lapangan adalah scop net, core dan ayakan dengan mesh size 1 mm/saringan santan kelapa, bahan pengawet spesimen (formalin 10 %), kantong plastik untuk tempat specimen (plastik kapasitas 0,5 kg), buku catatan dan alat tulis serta spidol (permanen) untuk label.  Alat-alat yang digunakan di laboratorium adalah pinset, sampel flora dan fauna, tempayan tempat sorting, kamera dan buku identifikasi.
3.3. Prosedur Kerja
        Sampling organisme:
a.       Daerah intertidal dibagi menjadi dua atau tiga bagian (atas, tengah dan bawah)
b.      Bagian atas adalah intertidal yang sebelah daratan dan begitu sebaliknya
c.       Kumpulkan organisme yang hidup di setiap zona intertidal tersebut
d.      Masukkan ke dalam plastik dan awetkan
e.       Catat habitatnya, apakah sessile atau vagrant
f.       Catat apakah organisme itu infauna atau epifauna
g.      Untuk menyelidiki organisme infauna, tancapkan core secara vertikal pada permukaan sedimen dan tekan sampai kedalaman 10 cm dari permukaan. Lalu angkat dengan baik sehingga sedimen tidak tumpah dan masukkan ke saringan lalu ayak pelan-pelan di atas air.
h.      Organisme yang tersaring diidentifikasi dan kalau tidak masukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberi label (titik sampling)
i.        Apabila tidak teridentifikasi di lapangan bubuhi formalin dan bawa ke laboratorium untuk kemudian diidentifikasi
j.        Untuk organisme epifauna dan flora kumpulkan seperlunya, cukup satu individu yang berukuran kecil untuk setiap jenisnya.
Analisa sampel:
1.      Sesampai di laboratorium, cucilah bila perlu dan letakkan di atas tray untuk diidentifikasi
2.      Buatkan tabel klasifikasinya (kelas, famili, genus) menurut habitatnya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Keadaan pantai Cerocok Painan adalah berpasir dan landai, gelombang yang terdapat pada perairan ini cukup besar, tapi karena adanya pemecah gelombang mengakibatkan perairan menjadi tidak begitu berombak.
            Adapun hasil yang diperoleh dari hasil praktikum setelah di identifikasi adalah sebagai berikut :
1.      (Trocus niloticus)
Klasifikasi :
Kingdom         : Animalia
Phylum            : Mol
Class                : Gasthropoda
Ordo                : Caerogasthropoda
Genus             : Cyaeidae
Spesies            : Cypreae mappa
2.  (Portunus pelagicus)
            Klasifikasi :    
Kingdom         : Animalia
Phylum            : Arthopoda
Class                : Crustacea
Ordo                : Portunidae
Genus             : Portunus
Spesies            : Portunus pelagis
3. (Holothuria edulis)
Klasifikasi :
Phylum            : Echinodermata
Sub Phylum     : Echinodea
Class                : Holohuridea
Sub Class        : Aspidochirotecea
Ordo                : Aspidochirotida
Famili              : Aspidochirotae
Genus              : Holothuria
Spesies            : Holothuria eduli

4. Mata Kebo (Turbo brunnes)
Klasifikasi :
Kingdom         : Animalia
Phylum            : Molusca
Class                : Gastropoda
Sub Class        : Prosobranchia
Ordo                : Archaegastropoda
Famili              : Tubinidae
Genus              : Turbo
Spesies            : Turbo Brunnes
5. Bintang Ular Laut (Ophiroidea breuispinum)
Klasifikasi :
Phylum            : Echinodermata
Class                : Ophiuradea
Famili              : Ophiuroidae
Genus              : Ophiroidea
Spesies            : Ophiroidea breuispinum

4.2. Pemabahasan
            Dari hasil praktikum yang didapat maka pembahasan berupa ciri-ciri dari spesies tersebut yaitu :
Portunus pelagicus ciri-ciri morfologinya adalah : bentuk dan warna rajungan sangat menatik dan ada perbedaan antara jantan dan betina, puri kiri-kanan matanya 9 buah, sering tertangkap dalam jaring tangsi dan kejer yang dibentangi pada malam hari di tempat yang banyak rajungan, beratnya mencapai + 400 gram/ekor.
Rajungan  (Portunus pelagicus) adalah hewan hidup di dasar laut perairan pantai pasirlumpuran. Mereka tergolong hewan dasar laut/bentos, tapi mereka dpt berenang ke dekat permukaan laut pd malam hari untuk mencari makan. Mereka dinamakan "swimming crab" yg artinya kepiting berenang. Walau tergolong kepiting, dlm perikanan/perdagangan ikan, rajungan dibedakan dari kepiting (Scylla serrata). Kepiting hidup di perairan payau, di hutan mangrove/di dlm lubang-lubang pematang tambak. Rajungan & kepiting tergolong dlm satu suku atau famili.
Di Indonesia terdapat 8 jenis rajungan, tapi yg terbanyak dipasarkan & yg paling komersial adalah Portunus pelagicus. Rajungan adalah hewan pemakan daging. Malam hari mencari mangsa hewanhewan kecil di dasar laut atau di lapisan dekat permukaan laut yg berenangrenang berupa plankton hewan atau bukan. Rajungan jantan dpt dibedakan dari rajungan betina dari warna punggungnya. Rajungan jantan berwarna batik indah, putih di atas dasar biru kecoklatcoklatan, sedangkan betina berwarna batik juga tapi hijau kotor. Jantan & betina dpt dibedakan dari abdomennya yang melipat ke dada. Jantan abdomennya sempit, memanjang & ujungnya runcing, sedangkan betina abdomennya lebar & ujungnya membulat agar dpt menampung telur & ini berlaku untuk semua jenis rajungan. Rajungan betina menyimpan telur yg sudah dibuahi di dlm lipatan abdomennya. Jumlahnya dpt mencapai dua juta butir. Rajungan merupakan hasil perikanan yg potensial.
Di Indonesia, jenis hewan ini sedang dicoba untuk dibudidayakan, karena menurut hasil penelitian pakar Indonesia, telur rajungan dpt ditetaskan di laboratorium & larvanya dpt dibesarkan menjadi rajungan dewasa di laboratorium.
 Trocus niloticus ciri-ciri mofologinya adalah : Bercakang hitam dengan kombinasi putih, satu pasang antena untuk melihat, pencernaan lengkap, sirkulasi jantung, eksresi oleh ginjal yang disebur jantung.
 Holothuria edulis ciri-ciri morfologinya adalah : tubuh bulat panjang, punggung abu-abu, berbitik putih/kuning, seluruh permukaan tubuh diselimuti lapisan kapur yang tebal/tipisnya bergantung umur, panjang tubuh 5,08-7,62 cm aktif malam hari, habitat perairan berkarang/ berpasir.
Barnes dalam Trijoko mengemukakan bahwa pergerakan teripang dengan bantuan kaki tabung yang terangkum dalam kaki ambulakral, gerakannya sangat lambat, sehingga hamper seluruh hidupnya didasar laut epibenthik. Beberapa Holothuria bergerak dengan gelombang kontraksi otot yang menyerupai gerakan ulat. Tentakel yang basah dapat melekat pada substrat untuk mengangkat tubuh dan berputar. Teripng umum dijumpai di paparan terumbu karang kemudian di pantai berbatu atau berlumpur, teripang juga dapat dijumpai di laut dalam  (Nontji, 1986).
Teripang pada umumnya berada pada tempat yang airnya tenang, teripang tidak tahan terhadap suatu kondisi yang cukup ekstrim. Pada beberapa jenis tertentu jika mengalami gangguan, mereka akan mengeluarkan isi perutnya, ada juga dengan cara menyemprotkan isi alat-alat curvier berwarna putih, sangat peka, elastic dan mempunyai daya lekat tinggi (Kastoro dan Surjadinoto dalam Winanto,1987). Kondisi lingkungan dalam kehidupan teripang perlu di perhatikan, salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan adalah salinitas (Sumarno, 1990).
Teripang merupakan salah satu komoditas ekspor dari hasil laut yang perlu segera dikembangkan cara budidayanya. Hal ini diperlukan mengingat nilai ekonomisnya yang cukup tinggi di pasaran luar negeri, namun sampai saat ini sebagian besar produknya masih merupakan hasil tangkapan dari laut, sehingga produktivitasnya masih sangat tergantung dari alam.
Dari hasil penelitian jenis hewan laut ini mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan antara lain adalah :
  • Dapat hidup bergerombol dengan padat penebaran tinggi;
  • Metoda budidayanya dapat dilakukan secara sederhana dan tidak memerlukan teknologi tinggi dan modal yang besar;
  • Makanannya berupa ganggang penempel, detritus, molusca kecil yang banyak tersedia di perairan alam;
  • Dagingnya enak dimakan dan mudah diproses menjadi makanan serta merupakan komoditi ekspor.
  • Dapat berfungsi sebagai obat
Faedah kolagen pada teripang mampu meningkatkan regenerasi sel-sel mati akibat luka sehingga mempercepat penyembuhan. Bagaimana dengan diabetes mellitus? Penyakit kencing manis itu pada dasarnya tidak bisa disembuhkan, tetapi kadar gula darah hanya bisa dikontrol. Itu pun hanya pada penderita diabetes tanpa ketergantungan insulin.
Nutrisi pada teripang mampu merangsang kelenjar pankreas memproduksi insulin. Selain itu anggota famili Holothuriidae itu memperbaiki kinerja ginjal dan limfa sehingga gula dapat dicerna dengan baik. Senyawa aktif itu juga berguna untuk mengatasi luka dinding lambung penderita maag akut dan gangguan pencernaan.
Bintang Ular Laut (Ophiroidea breuispinum) ciri-ciri morfologinya adalah : memiliki sentral disck yang kecil dan tangan panjang langsing beruas-ruas, habitat : dilaut dangkal atau di dalam, bersembunyi datu karang.
Mata Kebo (Turbo brunnes) ciri-ciri morfologinya adalah : badan lunak, terlindung oleh cangkang keras yang terlindung kalsium, cangkang berbentuk kerucut, memiliki operculum yang berwarna dasar putih dan di tengahnya berwarna hijau tua. habitat : Zona intertidal.
Spesies ini merupakan phylum molusca, dimana moluska merupakan komponen penting dan terbesar di antara hewan avertebrata di lingkungan laut. Dalam filum Moluska, klas Gastropoda merupakan komponen utama atau terbe­sar, menempati habitat terestrial hingga kedalaman ribuan meter di dasar laut. Umumnya bergerak dalam wilayah yang terbatas tetapi mobile.
Moluska juga merupakan sebuah grup binatang bertubuh lunak, tanpa tulang belakang (avertebrata) yang secara khas mempunyai kepala anterior, kaki ventral dan massa visera dorsal. Massa visera diselubungi oleh sebuah mantel yang sering mengeluarkan sekresi cangkang berkapur. Semua moluska dengan pengecualian jenis kerang, mempunyai radula, organ pencernaan yang unik untuk mengumpulkan makanan. Moluska sangat beragam dalam bentuk, berkisar antara yang berbentuk cacing, aplacophra sampai pada yang berbentuk cumi-cumi, gurita (cephalopoda) dan tentang jumlah jenisnyam tercatat paling sedikit 60.000 jenis dari seluruh dunia. Mereka menempati habitat yang berbeda, terbentang dari laut, melalui sungai dan danau ke darat. Beberapa jenis moluska adalah anggota dominan dikomunitas padang lamun dan dikonsumsi sebagai makanan oleh manusia. Filum Moluska hidup terbagi menjadi 7 kelas yaitu :
·         Aplacophora : sebuah grup kecil dari binatang menyerupai cacing, tanpa cangkangm kira-kira 300 jenis terdapat dilaut didunia.
·         Polyplacophora (khiton) : binatang mempunyai tubuh pipih dan delapan katup cangkang, kira-kira 800 jenis di laut didunia.
·         Monoplacophora : binatang mempunyai “limpet" dengan organ ganda yang mempertahankan ciri-ciri primitif. Kurang dari 20 jenis diketahui dari laut dalam di dunia.
·         Gastropoda (keong, lintah bulan, dll) : binantang secara khas mempunyai cangkang tunggal terpilin, kepala menonol yang dilengkap dengan mata dan sungut. Lintah bulan kehilangan cangkang nya pada waktu metamorfosa. Kira-kira 40.000 jenis yang telah diketahui dari laut, air tawar dan darat dari seluruh dunia.
·         Cephalopoda (cumi-cumi, gurita dan notilus): binatang mempunyai lingkaran sungut disekeliling kepala, mata dan orak berkembang baik. Kira-kira 3000 jenis terdapat dilaut didunia.
·         Bivalvia (kijing, tiram dan kepah): binatang mempunyai dua katup cangkang, satu pada tiap sisi tubuhnya. Grup kedua terbesar dari moluska, kira-kira 10.000 jenis terdapat di laut dan air tawar didunia.
·         Scaphopoda (keong gading): binatang mempunyai cangkang berbentung tabung seperti gading yang hidup membenamkan diiri ddidalam pasir; kira-kira 500 jenis telah diketahui dari laut didunia. (http://202.153.228.18/datin/molusca/? act= searchfrom, Rabu, 6 Juni 2008).


V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
            Perairan laut banyak mengandung  sumber-sumber mineral yang tinggi dan jumlahnya berlimpah, air laut sendiri banyak mengandung zat-zat terlarut di dalamnya yang tentunya dapat memberikan keuntungan maupun kerugian bagi kehidupan khususnya kehidupan organisme laut itu sendiri. Selain itu laut mempunyai sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan masa kini maupun masa yang akan datang, maka dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas daerah-daerah wilayah pesisir dan lautan.
            Perairan Pantai Cerocok sudah mulai mengalami penurunan jumlah biota lautnya. Hal ini dapat terlihat dari sedikitnya spesies yang dijumpai dalam melaksanakan praktikum ini. Upaya pengolahan sumberdaya laut disamping mengeksploitasinya juga harus dilakukan upaya pelestariannya. Karena bagaimanapun juga sumberdaya yang diambil terus menerus tanpa ada usaha untuk melestarikannya akan bisa mengakibatkan terganggunya ekosistem dan rusak susunan ekologi dari lingkungan tersebut.

5.2 Saran
            Pada praktikum selanjutnya diharapkan untuk melakukan pengukuran parameter kualitas air seperti suhu, kecerahan, salinitas, kecepatan arus dan pH karna ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi biota laut.



laporan parasit dan penyakit ikan


I.     PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sumber andalan dalam pembangunan perikanan di Indonesia. Produksi dari perikanan budidaya sendiri secara keseluruhan diproyeksikan meningkat dengan rata-rata 4,9 % per tahun. Target tersebut antara lain didasarkan atas dasar potensi pengembangan daerah perikanan budidaya yang memungkinkan di wilayah Indonesia. Melihat besarnya potensi pengembangan perikanan budidaya serta didukung peluang pasar internasional yang  masih terbuka luas, maka diharapkan sumbangan produksi perikanan budidaya semakin besar terhadap produksi nasional dan penerimaan devisa negara, keterkaitannya dalam penyerapan angkatan, serta peningkatan kesejahteraan petani/nelayan di Indonesia. Pada akhir tahun 2009, kontribusi dari produksi perikanan budidaya diharapkan dapat mencapai 5 juta ton dan ekspor sebesar US $ 6,75 milyar (Sukadi, 2004).
Untuk mencapai target produksi perikanan sesuai dengan yang diharapkan, berbagai permasalahan menghambat upaya peningkatan produksi tersebut, antara lain kegagalan produksi akibat serangan wabah penyakit ikan yang bersifat patogenik baik dari golongan parasit, jamur, bakteri, dan virus.
 Penyakit ikan biasanya timbul berkaitan dengan lemahnya kondisi ikan yang diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu antara lain penanganan ikan, faktor pakan yang diberikan, dan keadaan lingkungan yang kurang mendukung. Pada padat penebaran  ikan yang tinggi jika faktor lingkungan  kurang menguntungkan misalnya kandungan zat asam dalam air  rendah, pakan yang diberikan kurang tepat baik jumlah maupun mutunya, penanganan ikan kurang sempurna, maka ikan akan  menderita stress. Dalam keadaan demikian ikan akan mudah terserang  oleh penyakit (Snieszko, 1973 ; Sarig, 1971). 
  Wabah penyakit ikan yang pertama di Indonesia terjadi pada tahun 1932 (Sachlan, 1952) yaitu ketika parasit Ichthyophthirius multifiliis menyebabkan banyak kematian pada ikan tawes (Puntius gonionotus). Kemudian pada tahun 1970 kasus wabah penyakit ikan yang disebabkan oleh Lernaea cyprinacea yang banyak menimbulkan kerugian pada produksi benih ikan mas. Pada tahun 1980 sampai  1983 dunia perikanan di Indonesia telah dirugikan dengan adanya  wabah penyakit bakterial yang kemudian terkenal dengan penyakit  merah yang banyak menimbulkan kerugian pada budidaya ikan mas dan  lele serta ikan-ikan lainnya. Dan pada tahun‑tahun berikutnya  penyakit tersebut menyebar hampir keseluruh Asia, dan kemudian  terkenal dengan sebutan penyakit Epizootic Ulcerative Syndrome  (EUS).
Pada usaha penanggulangan beberapa bahan kimia dan antibiotika telah banyak diteliti  kegunaannya untuk pemberantasa penyakit ikan. Namun demikian pengunaan bahan‑bahan tersebut diatas dirasakan banyak  menimbulkan masalah sampingan terlebih‑lebih apabila pemakaian  bahan tersebut tidak menuruti aturan. Maka penelitian sekarang  ditujukan kepada cara yang lebih effektip dan effisien yaitu  dengan usaha pencegahan. Penelitian tentang pemakaian vaksin baik  untuk panyakit bakterial maupun penyakit parasiter telah mulai dilakukan (Supriyadi dan Taupik, 1983). Selain itu penelitian pemilihan strain ikan yang tahan  terhadap penyakit ikan juga telah dilakukan (Supriyadi, 1986).
Petani ikan biasanya hanya berpikir bagaimana cara mengejar  hasil yang setinggi‑tingginya tanpa memikirkan masalah lain yang  sebenarnya sangat mendukung pada keberhasilan usaha budidaya. Salah satu contoh yang masih kurang diperhatikan adalah pemberian pakan yang tidak tepat  tanpa mengetahui apakah pakan tersebut dimakan oleh ikan atau tidak. Dengan banyaknya pakan yang tertimbun didasar perairan maka akan banyak menimbulkan masalah berupa pembusukkan pakan yang pada akirnya akan menghasilkan bahan cemaran antara lain ammoniak.
Cara penanganan yang kasar serta  kurang memperhatikan tindak aklimatisasi setelah pengangkutan  ikan juga merupakan suatu faktor yang dapat menimbulkan  terjadinya kasus wabah penyakit ikan.
Faktor lain adalah masalah  konstruksi kolam atau bak yang biasanya kurang sempurna dan tidak mendukung sanitasi air . Hal ini juga merupakan suatu  faktor yang mempercepat terjadinya wabah penyakit ikan.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan manfaat dari praktikum parasit dan penyakit ikan ini adalah untuk mengatahui berbagai jenis parasit dan penyakit ikan baik yang disebabkan oleh bakteri, jamur maupun virus. Sehingga setelah kita mengetahui jenis dan tanda-tandanya, kita bisa mencari cara untuk menanggulanginya. 





II.  TINJAUAN PUSTAKA

Parasit adalah hewan atau tumbuh-tumbuhan yang berada pada tubuh, insang, maupun lendir inangnya dan mengambil manfaat dari inang tersebut. Dengan kata lain parasit hidup dari pengorbanan inangnya. Parasit dapat berupa udang renik, protozoa, cacing, bakteri, virus, dan jamur. Manfaat yang diambil parasit terutama adalah zat makanan dari inangnya.
Berdasarkan letak penyerangannya parasit dapat dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama disebut ektoparasit yaitu parasit yang menempel pada bagian luar tubuh ikan dan kelompok kedua adalah endoparasit yaitu parasit yang berada dalam tubuh ikan.
Argulus sp. merupakan ektoparasit ikan yang menyebabkan argulosis.   Akibat yang ditimbulkan oleh infeksi Argulus sp. pada ikan adalah beberapa sisik tubuh terlepas, terdapat titik-titik merah pada kulit, insang berwarna kehitam-hitaman dan timbulnya lendir (mukus) yang berlebih pada sirip. Pertahanan pertama ikan terhadap serangan penyakit berada di permukaan kulit, yaitu mukus, jaringan epitelia, insang. Mukus melapisi seluruh permukaan integumen ikan, termasuk kulit, insang dan perut. Pada saat terjadi infeksi atau iritasi fisik dan kimiawi, sekresi mukus meningkat. Lapisan mukus secara tetap dan teratur akan diperbarui sehingga kotoran yang menempel di tubuh ikan juga ikut dibersihkan. Mukus ikan mengandung lisosim, komplemen, antibody (ig M) dan protease yang berperan untuk mendegradasi dan mengeliminer patogen.
Parasit ini masuk ke dalam tempat pemeliharaan biasanya melalui pergesekan antar kulit ikan yang terinfeksi Argulus sp. Sifat parasitik Argulus sp. cenderung temporer yaitu mencari inangnya secara acak dan dapat berpindah dengan bebas pada tubuh ikan lain atau bahkan meninggalkannya. Hal ini dapat dilakukan karena Argulus sp. mampu bertahan hidup selama beberapa hari di luar tubuh ikan (Purwakusuma, 2007).
Dactylogyrus sp. Merupakan parasit yang penting pada ikan air tawar dan ikan air laut. Juga merupakan parasit yang penting pada carp fry. Hidup di insang, tergolong monogenea, punya kaki paku dan beracetabulum. Parasit yang matang melekat pada insang dan bertelur disana. Dactylogyrus sp. merupakan cacing Trematoda dari sub-kelas Monogenea. Spesiesnya berparasit pada hewan air berdarah dingin atau pada ikan, amfibi, reptil, kadang-kadang pada invertebrata air. Distribusinya luas, memiliki siklus hidup langsung dan merupakan parasit eksternal pada insang, sirip, dan rongga mulut. Bisa juga ditemukan pada traktus urinaria. Cacing ini bersifat ovipara dan memiliki haptor yaitu organ untuk menempel yang dilengkapi dengan 2 pasang jangkar dan 14 kait di lateral. Intensitas reproduksi dan infeksi memuncak pada musim panas. Telur pada umumnya memliki operkulum dan filamen disalah satu ujungnya yang berfungsi untuk melekatkan telur pada hospes atau benda lain. Larva (oncomiridium) mempunyai silia dan eye spot lebih dari satu. Larva akan berenang dan menempel pada tubuh hospes kemudian menjadi dewasa di hospes.
Dactylogyrus sp. Menyerang ikan pada bagian insang. Paperna (1980), menyebutkan bahwa insang yang terserang berubah warnanya menjadi pucat dan keputih-putihan. Hal ini sesuai pendapat Bunkley dan Ernest (1994) dalam Talunga (2007) bahwa Dactylogyrus spp paling banyak menyerang pada bagian filament insang sehingga mengakibatkan rusaknya insang dengan produksi lendir yang berlebih dan ini akan mengganggu pertukaran gas oleh insang. Ditambahkan oleh Gusrina (2008) bahwa Dactylogyrus spp sering menyerang pada bagian insang ikan air tawar, payau dan laut.
Insang merupakan organ penting yang sangat dibutuhkan oleh organisme perairan sebab insang merupakan organ primer untuk pertukaran gas-gas juga berperan dalam proses osmoregulasi. Hal ini sesuai dengan peryataan Fujaya (1999) bahwa insang pada organism perairan sangat dibutuhkan dalam mempertahankan kondisi tubuh dengan lingkungan agar tetap seimbang untuk mempertahankan diri dari lingkungan.
Bakteri merupakan mikrobia prokariotik uniselular, termasuk klas Schizomycetes, berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan sel. Bakteri tidak berklorofil kecuali beberapa yang bersifat fotosintetik. Cara hidup bakteri ada yang dapat hidup bebas, parasitik, saprofitik, patogen pada manusia, hewan dan tumbuhan. Habitatnya tersebar luas di alam, dalam tanah, atmosfer (sampai + 10 km diatas bumi), di dalam lumpur, dan di laut.
Bakteri mempunyai bentuk dasar bulat, batang, dan lengkung. Bentuk bakteri juga dapat dipengaruhi oleh umur dan syarat pertumbuhan tertentu. Bakteri dapat mengalami involusi, yaitu perubahan bentuk yang disebabkan faktor makanan, suhu, dan lingkungan yang kurang menguntungkan bagi bakteri. Selain itu dapat mengalami pleomorfi, yaitu bentuk yang bermacam-macam dan teratur walaupun ditumbuhkan pada syarat pertumbuhan yang sesuai. Umumnya bakteri berukuran 0,5-10 μ.
Polusi atau pencemaran adalah keadaan dimana suatu lingkungan sudah tidak alami lagi karena telah tercemar oleh polutan. Misalnya air sungai yang tidak tercemar airnya masih murni dan alami, tidak ada zat-zat kimia yang berbahaya, sedangkan air sungai yang telah tercemar oleh detergen misalnya, mengandung zat kimia yang berbahaya, baik bagi organisme yang hidup di sungai tersebut maupun bagi makhluk hidup lain yang tinggal di sekitar sungai tersebut. Polutan adalah zat atau substansi yang mencemari lingkungan. Air limbah detergen termasuk polutan karena didalamnya terdapat zat yang disebut ABS. Jenis deterjen yang banyak digunakan di rumah tangga sebagai bahan pencuci pakaian adalah deterjen anti noda. Deterjen jenis ini mengandung ABS (alkyl benzene sulphonate) yang merupakan deterjen tergolong keras. Deterjen tersebut sukar dirusak oleh mikroorganisme (nonbiodegradable) sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Rubiatadji, 1993). Lingkungan perairan yang tercemar limbah deterjen kategori keras ini dalamkonsentrasi tinggi akan mengancam dan membahayakan kehidupan biota airdan manusia yang mengkonsumsi biota tersebut.










III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum pertama berjudul “Metode Dasar Dalam Parstologi Ikan” dilaksanakan  pada tanggal 10 Desember 2010. Dan praktikum “pengamatan terhadap ikan yang keracunan bahan polutan” dilaksanakan  pada tanggal 14- Desember- 2010. Semua praktikum ini dilaksanakan di laboratorium Parasit dan Penyakit ikan jurusan Budidaya Perairan Universitas Riau.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan pada praktikum pertama adalah: ikan mas (Cyprinus carpio) sebagai sampel na citrate, larutan diff quick, timbangan, mistar ukur, mikroskop, wadah untuk mengkur ikan, talang untuk membedah ikan, timbangan, peralatan bedah ikan, pipet, slide glass, cover glass, dan pensil.
Bahan dan alat yang digunakan pada praktikum kedua adalah: ikan nila (Oreocromis niloticus) ukuran 50-10 cm (bersisik atau tidak), minyak jelantah, wadah stoples volume 5-10 L, stopwatch.
3.3. Metode Praktikum
Metode yang digunakan pada semua praktikum parasit dan penyakit ikan ini adalah metode pengamatan secara lansung pada objek yang bersangkutan.
3.4. Prosedur Praktikum
1. Prosedur praktikum pertama “pengamatan ektoparasit”:
Semua ektoparasit seharusnya diperiksa dengan menggunakan air yang sama dengan air dimana ikan itu ditangkap/ dimabil. Mukus dari ikan diambil dengan menggunakan scalpel atau slideglass, diencerkan dengan air local dan selanjudnya ditutup dengan cover glass. Semua helai insang baik insang kiri maupun kanan dilepas baru diletakkan pada petri disk secara terpisah. Buka rongga mulut periksa ada tidaknya parasit pada rongga tersebut. Cuci rongga hidung dengan menggunakan pipet. Periksa sisik dan sisi bagian dalamnya. Gunting setiap sirip dan letakkan diatas petri disk secara terpisah. Catat setiap spesies jan jumlah parasit yang ditemukan pada setiap organ. Parasit yang ditemukan harus di fiksasi pada larutan fiksasi secara tepat dan tempatkan pada botol sampel. Berikan label pada botol sampel tersebut dengan menulis nama parasit, nama inang, organ terinfeksi.
2. Prosedur praktikum kedua “pengamatan endoparasit”
Semua endoparasit diperiksa dengan menggunakan larutan garam fisiologis (0,85%  NaCl). Rongga tubuh bagian dalam dibuka dengan menggunting dari anus. Hindari menggunting usus, karena kemungkinan p[arasit ada didalam usus. Periksa organ-organ viscera in situ. Organ-organ viscera (gall dan urinary bladder, hati, limpah, ginjal, gonad, jantung otak dan mata) dipindahkan pada petri disk secara terpisah untuk pemeriksaan. Gunting organ pencernaan mulai dari pangkal anus sampai pada lokasi sekitar insang. Setelah pemeriksaan permukaan luar organ pencernaan, lakukan pemotongan terhadap bagian-bagian tertentu seperti lambung, pyloruc caeca, bagian anterior, tengah dan posterior usus dan rectum. Bagian-bagian tersebut dibuka dan diperiksa parasitnya. Setelah itu mucus dari organ tersebut dikeruk dengan scalpel/ slide. Dinding dari saluran pencernaan diperiksa dengan menggunakan cahaya dari bawah.
3. prosedur praktikum keempat “penamatan terhadap ikan yang keracunan bahan polutan”
ü Siapkan wadah kemudian isi wadah dengan air
ü Larutkan bahan pencemar, kemudian aduk sampai homogen
ü Masukkan ikan
ü Amati tingkah laku ikan dan hitung bukaan operculum
ü Catat. Setiap 5 menit pengamatan, sampai menit ke 30. Lihat keadaan mucus, perubahan warna, bukaan overculum dan tingkah laku ikan tersebut
ü Setelah 30 menit Bedah ikan. Amati jantung, insang, hati dan ginjal.













IV. HASIL  DAN  PEMBAHASAN

4.1. Hasil
A. Hasil praktikum  “ pangamatan ektoparasit”:
1. Argulus sp.
Klasifikasi:

Fhylum            : Arthropoda,
Klas                 : Crustacea
Subkelas          : Entomostsaca,
Ordo                : copepoda
Subordo          : Branchiora
Famili              : Argulidae
Genus              : Argulus
Spesies            : Argulus sp.

Gambar 1. Struktur Argulus sp


Keterangan :

a. preoral stylet
b. sucker
c. maxilla
d. kaki thorax pertama
e. abdomen

B. Pangamatan  endoparasit
1. Trypanoplamatisis

















C. Hasil praktikum kedua “pengmatan terhadap ikan yang keracunan bahan polutan”


4.2 Pembahasan
Bentuk tubuh Argulus sp. adalah pipih bulat dengan diameter ± 5 mm. Tubuhnya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu cephalothorax, thorax, dan abdomen. Ciri utama yang paling menonjol pada Argulus sp. adalah adanya sucker besar pada bagian ventral. Sucker merupakan modifikasi maxillae pertama dan berfungsi sebagai organ penempel utama pada Argulus sp. dewasa. Selain itu terdapat preoral dan proboscis untuk melukai dan menghisap sari makanan dari inang (Peter walker, 2005).
Sifat parasitik Argulus sp. Cenderung temporer atau dapat berpindah pada tubuh ikan lain, hal ini dapat dilakukan karena Argulus sp. Mampu bertahan hidup selama beberapa hari di luar tubuh ikan. Perpindahan ke inang baru dapat terjadi dengan berbagai sebab, misalnya karena inang mati, inang berhasil melepaskan diri dari parasit, Argulus jantan mencari pasangan untuk kawin atau Argulus betina melepaskan diri untuk meletakkan telur dan kemudian bebas kembali mencari inang (R. Heckmann, 2003).
Menurut Prasetya et.al (2004) serangan parasit lebih sering mematikan pada ikan-ikan muda yang biasanya berukuran kecil karena belum berkembangnya sistem pertahanan tubuh. Selain menginfeksi ikan, Argulus sp. juga dapat berperan sebagai vektor bagi virus atau bakteri yang sering menyebabkan penyakit pada ikan. Bakteri, virus dan organisme penyakit lainnya dapat masuk ke dalam tubuh ikan karena integumen sebagai pertahanan pertama ikan telah dirusak oleh Argulus sp. (R. Heckmann, 2003).
Dactylogyrus sp mempunyai ophistapor (posterior suvker) dengan 1 – 2 pasang kait besar dan 14 kait marginal yang terdapat pada bagian posterior. Kepala memiliki 4 lobe dengan dua pasang mata yang terletak di daerah pharynx.
Dactylogyrus merupakan ektoparasit cacing yang ditemukan menyerang insang ikan dan jarang ditemukan pada permukaan tubuh ikan. Ikan yang terinfeksi tampak stress, berenang terus menerus, berkumpul di dekat pintu pemasukan air. Insang berwarna pucat, ditutup oleh lendir, dan sering berbentuk seperti mozaik. Pada titik dimana jangkar cacing mencengkeram, terlihat adanya kerusakan epithelium dan terganggunya jaringan. Rusaknya epithelium ditambah dengan produksi lendir yang berlebihan, akan mengganggu pertukaran gas oksigen. Akibatnya sel-selnya akan mati dan tidak berfungsi. Akibatnya ikan akan mati dan tidak berfungsi. Akibatnya ikan akan mati karena tidak dapat bernafas dengan baik. Parasit cacing ini termasuk parasit penting, karena secara nyata dapat merusak filament insang, dan relatif lebih sulit dikendalikan.
Efek patologi dari parasit Dactylogyrus sp adalah kerusakan yang sangat parah pada insang yaitu: pendempetan antara lamella sekunder (fusion), pembengkakan pada ujung lamella sekunder (distal hyperflasia), pembengkakan pada pangkal lamella sekunder (basal hyperflasia), dan terjadinya produksi lendir/mucus yang berlebihan. Menurut Takhasima dan Hibiya (1995), apabila terjadi kelebihan sel mucus pada lamella primer dan fusion (pendempetan lamella) dan hyperflasia pada lamnella sekunder maka ini merupakan tanda kerusakan yang sudah parah akibat parasit, bakteri, atau kerusakan akibat zat kimia.
Penyerangan dimulai dengan cacing dewasa menempel pada insang atau bagian tubuh lainnya. Setelah matang gonad, telurnya akan jatuh ke perairan. Dalam 2 – 3 hari dengan suhu 24 – 28 O C, telur yang jatuh akan menjadi larva infektif kemudian membentuk dua tonjolan di bagian anterior. Pecahnya tersebut terjadi akibat adanya tekanan dari dalam dorongan perkembangan larva. Kemudian larva akan keluar dan berenang bebas mencari inang untuk tumbuh menjadi dewasa. Bila dalam 10 jam tidak menemukan inang yang cocok, maka larva tersebut akan mati.
Pada suhu 20 – 28 O C larva Dactylogyrus sp. Yang tidak menemukan inang hanya bisa bertahan 12 jam. Telur Dactylogyrus sp. Sangat resisten terhadap lingkungan. Pada suhu 23 O C telur akan menetas dalam 2,5 – 4 hari. Pada suhu 13 – 14 O C larva akan menjadi dewasa dalam 4,5 minggu.
Air yang tercemari detergen dapat mengancam kehidupan organisme yang hidup di dalamnya, salah satunya adalah ikan. Selain ikan masih banyak organisme lain, seperti fitoplankton, zooplankton/protozoa, cyanobacteria, dan lain-lain. Jika organisme-organisme seperti fitoplankton mati, maka zooplankton akan mati karena tidak ada makanan, ikan-ikan pun akan mati karena zooplankton yang biasa dimakan tidak ada. Dengan kata lain detergen dan polutan lainnya yang mencemari air dapat memusnahkan seluruh organisme yang hidup di dalamnya.
Besar tidaknya pengaruh detergen dan polutan lainnya pada ikan dan makhluk hidup lain tergantung pada konsentrasi polutan tersebut. Semakin tinggi konsentrasi polutan, semakin besar pengaruhnya.



V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan
Penyakit adalah terganggunya kesehatan ikan yang diakibatkan oleh berbagai sebab yang dapat mematikan ikan. Secara garis besar penyakit yang menyerang ikan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu penyakit infeksi (penyakit menular) dan non infeksi (penyakit tidak menular). Penyakit menular adalah penyakit yang timbul disebabkan oleh masuknya makhluk lain kedalam tubuh ikan, baik pada bagian tubuh dalam maupun bagian tubuh luar. Makhluk tersebut antara lain adalah virus, bakteri, jamur dan parasit. Penyakit tidak menular adalah penyakit yang disebabkan antar lain oleh keracunan makanan, kekurangan makanan atau kelebihan makanan dan mutu air yang buruk.
Penyakit dapat diartikan sebagai organisme yang hidup dan berkembang di dalam tubuh ikan sehingga organ tubuh ikan terganggu. Jika salah satu atau sebagian organ tubuh terganggu, akan terganggu pula seluruh jaringan tubuh ikan . Pada prinsipnya penyakit yang menyerang ikan tidak datang begitu saja, melainkan melalui proses hubungan antara tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan (kondisi di dalam air), kondisi inang (ikan) dan kondisi jasad patogen (agen penyakit). Dari ketiga hubungan faktor tersebut dapat mengakibatkan ikan sakit. Sumber penyakit atau agen penyakit itu antara lain adalah parasit, cendawan atau jamur, bakteri dan virus.
Di lingkungan alam, ikan dapat diserang berbagai macam penyakit. Demikian juga dalam pembudidayaannya, bahkan penyakit tersebut dapat menyerang ikan dalam jumlah besar dan dapat menyebabkan kematian ikan, sehingga kerugian yang ditimbulkannya pun sangat besar. Penyebaran penyakit ikan di dalam wadah budidaya sangat bergantung pada jenis sumber penyakitnya, kekuatan ikan (daya tahan tubuh ikan) dan kekebalan ikan itu sendiri  terhadap serangan penyakit. Selain itu cara penyebaran penyakit itu biasanya terjadi melalui air sebagai media tempat hidup ikan, kontak langsung antara ikan yang satu dengan ikan yang lainnya dan adanya inang perantara.
5.2. Saran
Saran yang bisa diberikan untuk para praktikan adalah agar para praktikan benar-benar melakukan praktikum ini sesuai prosedur yang ada, sehingga hasil yang diperoleh bisa dipertanggung jawabkan. Karena ilmu yang bisa kita peroleh dari praktikum ini sangat banyak dan bermanfaat bagi kita kedepannya.












DAFTAR PUSTAKA

Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 3. Diakses Dari http://ftp.lipi.go.id/pub/Buku_Sekolah_Elektronik/SMK/Kelas%20XII/Kelas%20XII_smk_budidaya_ikan_gusrina.pdf. Pada Tanggal 17 Mei 2009.
Heckmann, R. (2003), Other Ectoparasites Infesting Fish; Copepods, Branchiurans, Isopods, Mites and Bivalves, Aquaculture Magazine, USA.
Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Ikan. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar
Sachlan, M. 1952. Notes on parasites of freshwater fishes in Indonesia. Contrib. Inl. Fish.Res. Stat. No. 2. 1 ‑ 60.
Sarig, S. 1971. Diseases of Warmwater Fishes. TFH Publ., Neptune            City, New Jersey.
Sukadi, F., 2004. Kebijakan pengendalian hama dan penyakit ikan dalam mendukung akselerasi pengembangan perikanan budidaya. Disampaikan pada Seminar Nasional Penyakit Ikan dan Udang IV di Univ. Jenderal Soedirman, Purwokerto, 18 – 19 Mei 2004.
Supriyadi, H. dan P. Taufik. 1983. Penelitian pendahuluan   immunisasi ikan dengan cara vaksinasi. Bull. Pen. PD .4 (1): 34 ‑36.
Supriyadi, H. 1986. The susceptibility of various fish species to infection by the bacterium Aeromonas hydrophila. p. 241 ‑  242. In J.L. Maclean, L.B. Dizon and L.V. Hosillos (eds) The first Asian Fisheries Forum. Asian Fisheries Society, Manila, Philippines.
Takashima, F dan Hibiya, T. 1995. Fish Histologi Normal and Parthological Features of Second Edition. Kadausha. Tokyo.Talunga, J. 2007. Tingkat Infeksi dan Patologi Parasit Monogenea (Cleiododiscus sp) pada Insang Benih Ikan Patin (Pangasius pangasius). Skripsi. Universitas Hasanuddin
Walker, Peter. (2005), Problematic Parasites, Department of Animal Ecology and Ecophysiology Radboud University Nijmegen, Netherlands.































LAMPIRAN






Lampiran 1: Alat-alat yang digunakan selama praktikum























LAPORAN PRAKTIKUM PARASIT DAN PENYAKIT IKAN


PENGAMATAN ENDOPARASIT,
PENGAMATAN EKTOPARASI, PENGAMATAN BAKTERI dan PENGAMATAN TERHADAP IKAN YANG KERACUNAN BAHAN POLUTAN


Oleh
LOSITA SUSTRI
0704121066






LABORATORIUM PARASIT DAN PENYAKIT IKAN
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN LMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2009