Sabtu, 10 Desember 2011

BUDIDAYA KERANG ABALON (Haliotis asinina), BUDIDAYA TERIPANG, BUDIDAYA IKAN BARONANG (Sigganus sp.), BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii)

Parameter
Kebutuhan Optimal
Referensi
Kualitas Air:
Ø pH
Ø Salinitas
Ø H2S dan NH3
Ø oksigen terlarut
Ø Suhu
Ø Kecerahan

Antara 7-8
31-32ppt
Kurang dari 1ppm
Lebih dari 3ppm
29,5-30°C
>10 m
Loka Budidaya Laut-Lombok, NTB. 2005
Metode Budidaya
1). Metode pen-culture (kurungan tancap)
2). Metode Keramba Jaring Apung (KJA)
Loka Budidaya Laut-Lombok, NTB. 2005
Padat Tebar
H. asinina ukuran 25mm 731-1426 ekor/m2
Singhagraiwan and Doi (1993)
Pakan
Saat ini, pakan yang terbaik yang diberikan adalah Gracilaria sp yang merupakan makanan favorit untuk kerang abalone
Loka Budidaya Laut-Lombok, NTB. 2005
Lama Pemeliharaan
Untuk mencapai ukuran diatas 8 cm/ekor dengan berat 30-40gr/ekor, dibutuhkan masa waktu pemeliharaan 12-14 bulan.
Loka Budidaya Laut-Lombok, NTB. 2005

Parameter
Kebutuhan Optimal
Referensi
Kualitas Air:
Ø Salinitas
Ø Kedalaman
Ø Suhu
Ø pH
Ø DO
Ø Kecerahan

30-34 ppt
0,5-1,5 m
20-25°C
6,5-8,5
4-8 ppm
0,50-1,50 cm
Pelatihan budidaya laut kab. Selayar, 2006
Metode Budidaya
Pen culture (kandang)
Pelatihan budidaya laut kab. Selayar, 2006
Bibit
Berat 30-50 gr/ekor, panjang 5-7 cm
Pelatihan budidaya laut kab. Selayar, 2006
Padat tebar
15-20 ekor/ m2
Pelatihan budidaya laut kab. Selayar, 2006
Pakan
Pakan alami berupa Plankton, detritus dan sisa-sisa bahan organic yang mengendap didasar perairan.
Pakan tambahan berupa dedak halus dan kotoran hewan dengan perbandingan 1:1.
Pelatihan budidaya laut kab. Selayar, 2006
Panen
6-7 bulan masa pemeliharaan
Pelatihan budidaya laut kab. Selayar, 2006


Pelatihan budidaya laut kab. Selayar, 2006

Parameter
Kebutuhan Optimal
Referensi
Kualitas air:
ü kecepatan arus
ü Kadar garam
ü Suhu air
ü O2 (oksigen)
ü Nitrat
ü phospat

20 ~ 40 cm/detik
27 ~ 32 ppt
28 ~ 32°C
7 ~ 8 ppm
0,9 ~ 3,2 ppm
0,2 ~ 0,5 ppm
Direktorat Bina Produksi, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen
Pertanian, Jakarta, 2001.
Metode budidaya
Kerambah jarring apung
Direktorat Bina Produksi, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen
Pertanian, Jakarta, 2001
Pakan
Pellet dan ikan rucah
Direktorat Bina Produksi, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen
Pertanian, Jakarta, 2001
Hama
Burung dan linsang
Direktorat Bina Produksi, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen
Pertanian, Jakarta, 2001
masa pemeliharaan
4 ~ 6 bulan
Direktorat Bina Produksi, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen
Pertanian, Jakarta, 2001


Parameter
Kebutuhan Optimal
Referensi
Kualitas Air:
Ø Kecepan Arus
Ø Suhu
Ø pH
Ø Salinitas
Ø Kecerahan

20-30 cm/s
20-28°C
7,3-8,2
28-34 ppt
2-3 m
Balai Budidaya Air Payau Takalar, 2008.
Metode Budidaya
1.   Sistim Lepas Dasar (Patok).
2.  Sistim Rakit Apung.
3.  Sistim Apung (Metode Long Line).
4.  Sistim Jalur (metode kombinasi).
Balai Budidaya Air Payau Takalar, 2008.
Bibit
Kriteria bibit yang baik:
a. Bercabang banyak dan rimbun,
b. Tidak terdapat bercak dan terkelupas,
c. Warna spesifik (cerah),
d. Umur 25 – 35 hari,
e. Berat bibit 50 – 100 gram.
Balai Budidaya Air Payau Takalar, 2008.
Hama
-     Larva bulu babi (Tripneustes)
-     Larva teripang (Holothuria sp.)
-   Ikan beronang (Siganus sp.)
-   Bintang laut (Protoneustes nodulus)
-   bulu babi (Diadema dan Tripneustes sp.)
-   penyu hijau (Chelonia midas).
Balai Budidaya Air Payau Takalar, 2008.
Penyakit
-   Penyakit bacterial
-   Jamur
-   Ice-ice
Balai Budidaya Air Payau Takalar, 2008.
Lama Pemeliharaan
25-35 hari
Balai Budidaya Air Payau Takalar, 2008.

PENAMBAHAN VITAMIN E (a-tokoferol)PADA PAKAN UNTUK MEMPERCEPAT PEMATANGAN GONAD PADA IKAN


I. PENDAHULUAN

Budidaya perikanan di Indonesia saat ini berkembang cukup pesat. Baik ikan hias maupun ikan konsumsi. Telah banyak usaha yang dilakukan untuk dapat memperoleh hasil budidaya yang memuaskan. Usaha-usaha tersebut di antaranya adalah usaha untuk mendapatkan induk yang unggul dan berkualitas tinggi.
Pakan merupakan salah satu komponen budidaya ikan yang mempunyai peranan yang sangat besar baik ditinjau dari faktor penentu pertumbuhan maupun dilihat dari segi biaya produksi. Hubungan antara fisiologi, pencernaan, nutrisi, dan pertumbuhan yang saling terkait, maka sangat perlu pemahaman tentang fisiologis pencernaan dalam pengembangan budidaya ikan. Pencernaan makanan sendiri didefinisikan sebagai proses penyederhanaan makanan melalui mekanisme fisika dan kimia, sehingga menjadi zat yang mudah diserap dan disebarkan ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran darah.
Suplementasi pakan ikan sering dilakukan dengan penambahan sejumlah vitamin dan mineral untuk memenuhi kebutuhan penting berkenaan dengan aturan diet pakan ikan. Vitamins adalah micronutrients yang paling utama didalam diet, kekurangan atau kelebihan micronutrients mempunyai dampak sebagai reaksi fisiologis dari ikan. Kekurangan vitamins dapat mengakibatkan lemahnya dalam pengolahan makanan, pertumbuhan terhambat, penurunan ketahanan dari stres, angka kematian yang tinggi, sulit menyembuhkan luka dan rendah pencapaian reproduksi. Kecukupan kebutuhan vitamin dari calon induk tilapia, mempengaruhi secara positif pada pencapaian reproduksi ikan.
Pengaruh pakan yang diberikan sangat mempengaruhi kualitas telur dan larva yang dihasilkan. Kandungan asam lemak dalam pakan mempengaruhi tingkat kematangan gonad dan kualitas telur dari induk, khususnya asam lemak n-3 dan n-6 (Collins, 2005). Selanjutnya dikatakan bahwa kedua asam lemak ini bersifat essensial karena struktur kimia dari keduanya, maka n-3 dan n-6 dapat digunakan untuk membentuk hormon, diantaranya prostaglandins. Hormon ini membantu dalam proses regulasi aspek-aspek tertentu dari metabolisme, seperti kekentalan (viskositas) darah, proses penyebab terjadinya peradangan, kolesterol darah dan keseimbangan kandungan air dalam tubuh












II.    ISI

2.1. Vitamin E (a-tokoferol)
Fungsi dari Vitamin E antara lain, adalah :
1. Vitamin E, bersama Vitamin A, B1, B5, C, dan mineral selenium, merupakan scavenger (penangkap) radikal bebas. Radiakl bebas adalah pembunuh kecil, bahkan lebih kecil dari virus. Seperti gergaji mesin, mereka menghancurkan membrane sel di dalam tubuh, yang menyebabkan semua jenis kerusakan kanker dan kerusakan pada sistem imun.
2. Defisiensi Vitamin E menyebabkan kadar antibodi yang rendah, Sel (Limfosit) T dan B yang rendah, dan juga penurunan ukuran dan berat organ limfatik.
3. Pemberian Vitamin E meningkatkan kemampuan sistem imun untuk menghasilkan antibodi.
4. Aktivitas “pemakan sel” dar sel darah putih juga ditingkatkan oleh Vitamin E.
5. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa Vitamin E mungkin membantu melawan efek imunosupresif dari kortikosteroid (hormone yang berkaitan dengan depresi).
Kebutuhan akan vitamin dipengaruhi oleh berbagai faktor yang bervariasi seperti ukuran, umur dan tingkat pertumbuhan dari ikan, suhu air serta komposisi dari pakan yang diberikan. Dalam hal ini, kebutuhan akan vitamin E dapat bertambah seiring dengan pertambahan jumlah asam lemak dalam pakan. Semakin tinggi kandungan asam lemak, kebutuhan akan vitamin E juga semakin tinggi (Watanabe et al., 1991). Vitamin E terdapat dalam empat bentuk, alfa, beta, gamma dan delta tokoferol yang merupakan antioksidan yang paling utama dalam lemak dan minyak yang dapat mencegah ketengikan (Budiyanto, 2002). Fungsi vitamin E sebagai antioksidan inter dan intra-seluler untuk mempertahankan homeostasis dari proses metabolis yang labil dalam sel dan plasma jaringan telah diketahui dengan baik (Izquierdo, 2001).

2.2 Fungsi Vitamin E Pada Proses Pematangan Gonad Ikan
Penambahan vitamin E telah menjadi nutrien penting untuk proses reproduksi ikan. Kekurangan vitamin ini diperlihatkan dari gonad yang lama berkembang menuju ke arah matang gonad pada ikan mas dan ayu serta mengurangi nilai derajat penetasan tingkat ketahanan hidup dari anak-anak ikan ayu (Watanabe, 1990 dalam Izquierdo, 2001). Kekurangan vitamin E (átocopherol) pada hewan dapat menyebabkan lemah otot, pertumbuhan terhambat, degenerasi embrio, tingkat penetasan telur yang rendah, degenerasi dan pelepasan sel epitel germinatif dari testis dan terjadinya kemandulan, menurunkan produksi prostaglandin oleh mikrosom dari testis, otot dan limpa, menurunkan permeabilitas sel, memacu kematian dan kerusakan syaraf (Lehninger, 1982).
Vitamin E adalah vitamin yang berperan penting untuk perkembangan gonad yaitu untuk proses fertilisasi dan memperngaruhi fekunditas (Izquierdo et al., 2001) Vitamin E dapat ditambahkan ke dalam pakan untuk mempercepat fase pembentukan folikel (Verakunpiya dalam Tang dan Affandi, 2001). Vitamin E diangkut dari jaringan periferal selama vitelogenesis berlangsung walaupun kandungan plasma vitelogenin tidak dipengaruhi, diduga bahwa lipoprotein mungkin terlibat dalam pengangkutan vitamin E selama masa vitelogenesis tersebut (Izquierdo, 2001). Vitamin ini merupakan salah satu faktor yang larut dalam lemak dan diperlukan dalam proses reproduksi oleh tikus. Oleh karena itu, vitamin E juga disebut suatu senyawa antisterilitas (Budiyanto, 2002).
Vitamin E berperan penting dalam proses perkembangan gonad karena vitamin ini mempercepat biosintesis vitelogenin di hati. Vitelogenin itu sendiri berupa glycoposphoprotein yang mengandung kira-kira 20 % lemak, terutama phospholopid, triglyserida dan kolesterol (Tang dan Affandi, 2000). Berbeda dengan kandungan fosfat dalam vitelogenin ikan yang lebih rendah dibandingkan pada vertebrata ovipar lainnya, jumlah material lipida pada molekul vitelogenin biasanya sekitar dua kali lebih banyak dibandingkan pada kelompok vertebrata lain. Material lipida yang kemudian membentuk lipovitelin kuning telur ini dapat digolongkan sebagai polar lipid/lipida kutup (Hori et al., dalam Mommsem dan Walsh, 1988 dalam Tang dan Affandi, 2001). Kemudian disebutkan bahwa salah satu fungsi dari vitamin E yang paling nyata adalah untuk melindungi asam lemak tidak jenuh pada fosfolipid dalam membran sel. Pertambahan jumlah vitelogenin akan mengakibatkan bertambahnya nilai GSI karena bobot gonad dalam tubuh ikan akan semakin bertambah.
Induk ikan yang memasuki fase pematangan oosit akan dipengaruhi oleh hormon tropik hipotalamus dan kelenjar pituitari. Folikel yang sedang tumbuh mensintesis dan mengekskresi hormon-hormon steroid ke dalam peredaran darah. Salah satu sasaran hormon steroid yaitu 17b-estradiol. Hormon ini merangsang sintesis dan mengangkut vitelogenin ke gonad. Hubungan vitamin E dengan vitelogenin dalam perkembangan oosit ternyata melalui prostaglandin. Dalam hal ini prostaglandin disintesis secara enzimatik dengan menggunakan asam lemak esensial (Djojosoebagio, 1996), sedangkan vitamin E dapat mempertahankan keberadaan dari asam lemak tersebut, karena salah satu fungsi dari vitamin E adalah sebagai antioksidan. Sehingga dapat dikatakan bahwa perkembangan oosit dapat dipengaruhi oleh kadar vitamin E dalam pakan yang diberikan kepada induk ikan.
Pada tahap pematangan oosit yaitu fase vitelogenesis (terjadinya akumulasi kuning telur), hormon steroid yang sangat berperan adalah estrogen. Estrogen disintesis di lapisan folikel sel telur, kemudian hormon ini merangsang hati untuk mensintesis vitelogenin, selanjutnya dilepas ke dalam pembuluh darah yang akhirnya akan terakumulasi dalam sel telur. Setelah fase tersebut selesai, kemudian lapisan folikel akan mensintesis progesteron yang berperan dalam proses pematangan tahap akhir, dan akhirnya atas kerja hormon secara sinergis akan terjadi ovulasi (deVlaming, 1983 dalam Basri, 1997).
Pada saat proses vitelogenesis berlangsung, granula kuning telur bertambah dalam jumlah dan ukurannya, sehingga volume oosit membesar (Yaron, 1995). Peningkatan nilai gonad somatik indek, fekunditas, dan diameter telur dapat disebabkan oleh perkembangan oosit. Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Selama proses tersebut berlangsung sebagian besar hasil metabolisme tertuju kepada perkembangan gonad. Pemberian vitamin E dalam pakan yang diberikan pada induk juga memberikan pengaruh terhadap fekunditas relatif ikan. Jumlah vitamin E dalam pakan yang sudah mencukupi dapat mempertahankan keberadaan asam lemak esensial didalam telur, karena fungsinya sebagai antioksidan dapat mencegah teroksidasinya asam lemak. Asam lemak esensial pada membran sel dapat mempengaruhi sifat fluiditas membran sel, dan asam lemak esensial juga diperlukan untuk pembentukan prostaglandin. Prostaglandin diketahui sebagai mediator dari aksi gonadotropin saat pecahnya folikel (ovulasi) pada ikan (Lam, 1985 dalam Syahriazal, 1998). Selanjutnya Djojosoebagio (1990a) dalam Syahrizal (1998) menyatakan bahwa prostaglandin juga terlibat dalam peningkatan produksi cAMP yang dipicu oleh luteinizing hormone. Sehingga dapat diduga apabila fluiditas membran sel dan prostaglandin di telur meningkat akan menyebabkan aksi gonadotropin untuk pembentukan butiran-butiran telur juga meningkat. Disamping itu peningkatan nilai fekunditas juga dapat disebabkan oleh kandungan nutrien seperti lemak dan protein serta karbohidrat yang terdapat didalam pakan cukup untuk mendukung perkembangan gonad.





III.          PENUTUP

Salah satu vitamin yang dapat berperan dalam meningkatkan reproduksi ikan adalah vitamin E. Fungsi yang paling nyata dari vitamin E adalah sebagai antioksidan, terutama untuk melindungi asam lemak tidak jenuh pada fosfolipid dalam membran sel. Sementara itu diketahui pula pada ikan atlantik salmon bahwa a-tokoferol, nama lain dari vitamin E, diangkut dari jaringan periferal ke gonad melalui hati bersama lipoprotein plasma (Lie et al. 1994 dalam Mokoginta et al. 2000), hal ini menunjukkan adanya peran vitamin E pada proses reproduksi ikan.
Defisiensi a-tokoferol pada hewan dapat menyebabkan lemah otot, pertumbuhan terhambat, degenerasi embrio, tingkat penetasan telur yang rendah, degenerasi dan pelepasan sel epitel germinatif dari testis, dan terjadinya kemandulan, menurunkan produksi prostagladin oleh microsome dari testis, otot dan limpa, menurunkan permeabilitas sel, memacu kematian dan kerusakan syaraf (Lehninger, 1993). Vitamin E juga berpengaruh pada kualitas telur yang dihasilkan, seperti terlihat dari rendahnya jumlah telur yang terbuahi pada red sea bream (Watanabe et al. 1991). Pada ikan yellow tail, adanya penambahan vitamin E sebanyak 200 mg/kg pakan induk akan menghasilkan jumlah larva yang tertinggi (Mushiake et al. 1993).
Vitamin E sangat berperan dalam proses reproduksi ikan. Effendie (1997) menyatakan pada proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad. Pada masa reproduksi, a-tokoferol akan didistribusikan ke jaringan adiposa. a-tokoferol diangkut ke hati mungkin dalam kilomikron, dan dikirim ke jaringan dalam bentuk lipoprotein. Selanjutnya oleh enterosit dalam bentuk gabungan kilomikron (a-tokoferol dengan mono, di dan trigliserida), vitamin tersebut dibawa ke saluran limpatik. Dari sistem limpatik a-tokoferol bersama very low density lipoprotein (VLDL) akan masuk ke dalam sirkulasi darah, dan langsung dikirim sebagian ke bagian yang membutuhkan, sebagian lagi a-tokoferol terlebih dahulu masuk ke hati melalui ductus toracicus dan bergabung dengan VLDL yang kaya akan trigliserida dan HDL (high density lipoprotein) yang kaya akan fosfolipid, kolesterol dan ester. VLDL dan HDL ini disintesis oleh hati. Kemudian vitamin E kembali ke pembuluh darah. Di dalam pembuluh darah VLDL dan HDL dari hati dikonversi menjadi LDL (low density lipoprotein) dengan bantuan enzim lipoprotein lipase dalam serum darah dan selanjutnya vitamin E dalam LDL siap diangkut ke jaringan adipose (Linder, 1992).










DAFTAR PUSTAKA

Basri, Y. 1997. Penambahan Vitamin E Pada Pakan Buatan Dalam Usaha Meningkatkan Potensi Reproduksi Induk Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Laccepede). Tesis, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 84 hal.

Budiyanto. K. A. M. H. 2002. Dasar-dasar ilmu gizi. UMM Press. Malang.

Collins A. Omega-3-fat-efas. http://www.annecollins.com/dietary-fat. 18 Juni
2005.

Djojosoebagio, S. 1996. Fisiologi kelenjer endokrin. UI-Press, Jakarta, 501 hal.

Izquierdo M. S., Fernandez-Palacios H., Tacon A. G. J. 2001. Effect of broodstock nutrition on reproductive performance of fish. Aquaculture. 197 : 25-42.

Linder, M.C. 1992. Biokimia nutrisi dan metabolisme (terjemahan). Universitas Indonesia, Jakarta. 781 hal.

Mokoginta, I; D. Jusadi; M. Setiawati; dan M. A. Suprayudi. 2000. Kebutuhan asam lemak esensial, vitamin dan mineral dalam pakan induk Pangasius suchi untuk reproduksi. Hibah Bersaing VII/1-2 Perguruan Tinggi/Tahun Anggaran 1998/2000. Institut Pertanian Bogor. Laporan Akhir. 54 hal.

Mushiake, K., A. Arai, A. Matsumotoo, H. Shimma and I. Hasegawa. 1993. Artificial insemination from 2-year-old cultured yellowtail fed with pellets. Bull. Japan. Soc. Sci. Fish. 59 : 1721-1726.

Syahrizal. 1998. Kadar optimum vitamin E (a-tokoferol) dalam pakan induk ikan lele, Clarias batrachus Linn. Tesis, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 69 hal.

Tang U. M. dan Affandi R. 2001. Biologi reproduksi ikan. Pusat Peneliti
Pantai dan Perairan Universitas Riau.Pekanbaru. 110pp.

Tang U. M dan Affandi R. 2002. Fisiologi hewan air. Unri Press. Pekanbaru

Watanabe. T., Fujimura T., Lee M. J., Fukusho K., Satoh S. and Takeuchi T. 1991. Effect of polar and non polar lipids from krill on quality of eggs of red seabream Pagrus major. Nippon Suisan Gakkaishi. 57 (4) :695- 698.

Yaron, Z. 1995. Endocryne control of gametogenesis and spawning induction in the carp. Aquaculture, 129 : 49-73.



































TUGAS INDUVIDU TEKNOLOGI PEMBENIHAN




PENAMBAHAN VITAMIN E (a-tokoferol)PADA PAKAN UNTUK MEMPERCEPAT PEMATANGAN GONAD PADA IKAN


Oleh

LOSITA SUSTRI
0704121066










JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2010