Kamis, 31 Maret 2011

laporan nutrisi ikan sii


I.     PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu pangan bergizi, selain sumber protein juga sumber asam lemak esensial yang menunjang perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Untuk mendukung pengadaan ikan sebagai pangan tidak hanya mengandalkan hasil laut, tetapi juga perlu digalakkan usaha perikanan budidaya.
Berbagai macam bahan gizi pakan ikan/makanan yang sangat penting bagi kebutuhan ikan. Ikan merupakan salah satu jenis organisme air sumber pangan bagi manusia yang banyak mengandung protein. Agar dapat dibudidayakan dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama maka dalam proses pembudidayaannya selain menggunakan pakan alami juga memberikan pakan buatan. Pakan buatan yang diberikan pada ikan harus mengandung zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan ikan tersebut. Saat ini dengan semakin meningkatnya ilmu pengetahuan tentang nutrisi ikan maka pabrik pakan buatan ikan menyusun formulasi pakan sesuai dengan kebutuhan gizi setiap jenis ikan yang akan dibudidayakan.
Nutrien atau kandungan zat gizi dalam bahan pakan di bagi menjadi enam bagian yaitu : energi, protein dan asam amino, lipid dan asam lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.
Budidaya perikanan secara intensif, biaya pakan merupakan biaya produksi terbesar. Pemanfaatan bahan pakan lokal hasil pertanian dan ikutannya seoptimal mungin dapat mengurangi biaya ransum. Ransum adalah faktor penentu terhadap pertumbuhan dalam teknologi budidaya. Optimalitas performan ternak ikan hanya dapat terealisasi apabila diberi ransum bermutu yang memenuhi persyaratan tertentu dalam jumlah yang cukup. Penggunaan bahan pakan penyusun ransum ikan yang umum digunakan, sering menimbulkan persaingan, sehinga harga ransum tinggi. Untuk itu, diperlukan upaya untuk mencari alternatif sumber bahan pakan yang murah, mudah didapat, kualitasnya baik, serta tidak bersaing dengan pangan.
Income over feed and fish cost berpengaruh besar dalam menentukan keuntungan dan kerugian dari suatu budidaya perikanan. Semakin efisien ransum yang diubah menjadi daging, maka semakin baik pula nilai income over feed cost. Hal tersebut turut ditentukan pula oleh harga bahan pakan di pasaran.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan manfaat dari praktikum manajemen pemberian pakan adalah untuk menguji kualitas pakan baik secara kimia, biologi maupun fisika serta untuk mengetahui cara pembuatan silase dan fermenntasi ampas tahu sebagai bahan pembuatan pakan yang bernilai gizi tinggi serta mudah dibuat dan mudah dimanfaatkan oleh ikan.








II.  TINJAUAN PUSTAKA

Uji secara kimia bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi pada pakan buatan yang telah dibuat pakan sesuai dengan formulasi pakan yang disusun. Uji coba ini sangat berguna bagi konsumen dan juga sebagai pengawasan mutu pakan yang diproduksi. Uji pakan secara kimia meliputi : uji kadar air, uji kadar protein, uji kadar lemak, kadar Serat kasar, dan kadar abu (Gusrina, 2008).
Untuk menurunkan kadar air suatu bahan, secara konvensonal dimanfaatkan sinar matahari, karena praktis dan murah, juga masih merupakan plihan walaupun saat ini telah dikenal berbagai cara pengeringan secara moderen. Menurut FAO di negara-negara berkembang sekitar 225 juta ton hasil-hasil pertanian seperti kacang-kacangan, biji-bijian, dikeringkan secara alamiah dengan cara penjemuran (Maliyati dkk, 1992).
Uji coba pakan secara fisik bertujuan untuk mengetahui stabilitas pellet didalam air (Water Stability Feed) yaitu daya tahan pakan buatan didalam air. Selain itu uji fisik dapat dilakukan dengan melihat kehalusan dan kekerasan bahan baku pakan yang akan sangat berpengaruh terhadap kekompakan pakan didalam air (Gusrina, 2008).
Uji coba pakan secara biologis dilakukan untuk mengetahui bebrapa parameter biologis yang sangat diperlukan untuk menilai apakah pakan ikan yang dibuat dapat memberikan dampak terhadap ikan yang mengkonsumsinya (Gusrina, 2008).
Zat gizi pakan dan pertumbuhan ikan merupakan faktor pembatas dalam suatu model pertumbuhan. Kecernaan adalah bagian pakan yang dikonsumsi dan tidak dikeluarkan menjadi feses (Maynard, et al. 1979). Kapasitas lambung dan laju pakan dalam saluran cerna merupakan variabel dari kecernaan. Ikan yang berbobot lebih kecil akan mengosongkan sejumlah pakan (% bobot tubuh per jam) dari dalam lambungnya lebih cepat dibanding ikan yang berbobot lebih besar, sehingga jumlah konsumsi pakan relatif (% bobot tubuh/hari) semakin kecil (Wooton, et al. 1980). Akan tetapi semakin besar ukuran ikan, kecernaan komponen serat semakin baik. Selain faktor ukuran ikan, nilai kecernaan dipengaruhi oleh komposisi pakan, jumlah konsumsi, status fisiologi, dan tata laksana pemberian pakan. Menurut Rankin dan Jensen (1993), frekuensi pemberian dua atau tiga kali sehari cukup untuk menghasilkan konsumsi maksimum, sehingga dapat digunakan dalam penelitian kecernaan.
Terdapat dua metode untuk meneliti kecernaan, yaitu metode koleksi feses dan metode indikator (Maynard, et al. 1979). Sangat sulit memisahkan feses dari air dan sisa-sisa ransum. Oleh sebab itu pendekatan yang paling tepat untuk mengatasi sulitnya pengukuran jumlah konsumsi dan pengumpulan feses adalah dengan metode indikator (Maynard, et al. 1979, Cho, et al. 1985). Prosedur pengambilan feses dengan metode ini dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan feses dari usus besar setelah ikan dibunuh dan dibedah (Windell, et al. 1978, Soares dan Kifer, 1971). Metode pengumpulan feses dari usus besar ini dilakukan dengan asumsi bahwa pencernaan dan penyerapan zat gizi terjadi pada usus halus dan bukan pada usus besar. Protein mulai dicerna di lambung dan kemudian di duodenum, disedangkan penyerapannya dimulai di duodenum dan berakhir di jejenum (Sklan dan Hurwitz, 1980).
Indikator adalah bahan yang bersifat inert yang berarti dapat ditemukan kembali di dalam feses, dengan kriteria : 1) harus tidak dapat diabsorbsi. 2) harus tidak disamarkan oleh proses pencernaan. 3) harus secara fisik sama atau bergabung dengan bahan pakan yang akan diuji dan 4) metode pengambilan sampel digesta harus spesifik dan sensitif (Maynard et al. 1979). Bahan pakan nabati mengandung indikator internal yang disebut lignin yang tidak dapat dicerna oleh ikan namun tidak berbahaya bagi tubuh ikan dan dikeluarkan kembali dalam feses.
Ranjhan (1980) yang menjelaskan bahwa tipe dan kuantitas karbohidrat dalam bahan atau penambahannya dalam ransum merefleksikan kecernaan zat-zat makanan lainnya, terutama dengan meningkatnya kandungan serat kasar dalam ransum, maka kecernaan zat-zat makanan lainnya akan menurun. Selain itu dengan meningkatnya kandungan serat kasar akan mempercepat laju perjalanan makanan di dalam saluran pencernaan yang berdampak pada menurunnya kesempatan saluran cerna mencerna zat-zat makanan lainnya yang terdapat di dalam ransum tersebut. Bahan kering merupakan cerminan dari besarnya karbohidrat yang terdapat di dalam bahan pakan penyusun ransum, karena sekitar 50 - 80 % bahan kering tanaman tersusun dari karbohidrat. Di dalam analisis proksimat, beberapa komponen dinding sel, seperti hemiselulosa, selulosa, dan lignin, termasuk di dalam kelompok karbohidrat (serat kasar dan BETN), sehingga ransum yang mengandung serat kasar yang relatif berbeda menyebabkan koefisien cerna bahan keringnya relatif berbeda pula.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi nilai kecernaan bahan kering ransum adalah (1) tingkat proporsi bahan pakan dalam ransum; (2) komposisi kimia; (3) tingkat protein ransum; (4) persentase lemak; dan (5) mineral (Schneider dan Flatt. 1975). Disamping itu, perbedaan nilai bahan kering dapat dicerna, mungkin disebabkan karena adanya perbedaan pada sifat-sifat makanan yang diproses, termasuk kesesuaiannya untuk dihidrolisis oleh enzim dan aktivitas substansi-substansi yang terdapat di dalam pakan.
Menurut Djajasewaka (1985), umumnya ikan mempunyai keterbatasan dalam mencerna serat kasar, sehingga kandungan serat kasar maksimal dalam ransum disarankan hanya 8%. Banyaknya jumlah feses yang dikeluarkan berhubungan dengan kecernaan bahan makanan yang dikonsumsi. Sejalan dengan pendapat Wahju (1997), bahwa ransum yang tinggi serat kasarnya akan menghasilkan feses yang lebih banyak, sehingga serat kasar yang tidak dicerna dapat membawa zat-zat makanan yang dapat dicerna dari bahan makanan lain keluar bersamasama dalam feses.
Cho, et al (1985) yang menyatakan bahwa serat kasar akan berpengaruh terhadap nilai kecernaan protein. Serat kasar yang tinggi menyebabkan porsi ekskreta lebih besar, sehingga menyebabkan semakin berkurangnya masukan protein yang dapat dicerna.
Komunitas ikan dapat dikelompokkan menjadi kelompok ikan herbivora atau detritivora, karnivora dan omnivora berdasarkan bahan makanan yang dimakannya. Kelompok ikan herbivora atau detritivora memakan detritus dan plankton sebagai makanan utamanya. Kelompok ikan omnivora memakan pakan alami berupa serangga air, udang, anak ikan dan tumbuhan air. Sedangkan ikan karnivora makanan utamanya ialah udang dan anak ikan (Purnomo, Satria dan Azizi, 1992).
Dilihat dari kebiasaan makannya, nila termasuk jenis omnivora, yaitu pemakan tumbuhan dan hewan. Jenis makanan yang dibutuhkan tergantung umurnya. Pada stadia larva pakan utamanya adalah alga bersel tunggal crustacea kecil dan benthos. Ukuran benih sampai fingerling lebih menyukai zooplankton. Sedangkan ukuran pembesaran menyukai pakan buatan (Sudjana, 1988).
Aspek fisiologi pencernaan dan pakan merupakan faktor penting untuk memacu pertumbuhan, karena menurut Wiadnya, dkk (2000), lambatnya pertumbuhan diduga disebabkan dua faktor utama, yaitu :
a. Kondisi internal ikan sehubungan dengan kemampuan ikan dalam mencerna dan memanfaatkan pakan untuk pertambahan bobot tubuh.
b. Kondisi eksternal pakan, yang formulasinya belum mengandung sumber nutrien yang tepat dan lengkap bagi ikan sehingga tidak dapat memacu pertumbuhan pada tingkat optimal.
Pengolahan bahan yang akan dimanfaatkan sebagai pakan ikan sangat penting dilakukan sebab bahan-bahan tersebut pada umumnya tidak segera digunakan (Anonmous, 1994). Secara umum dusahakan bahan pakan berada dalam keadaan layak smpan dengan kadar ar 10%.
Keberadaan ikan pada suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan
makanan yang dibutuhkannya. Makanan adalah salah satu aspek ekologis yang mempunyai peranan penting dalam menentukan besarnya populasi, pertumbuhan dan reproduksi ikan (Nikolsky, 1963).
Makanan yang dimakan oleh ikan dapat diketahui dari analisis isi lambungnya. Jika suatu macam organisme makanan ikan banyak terdapat dalam suatu perairan belum tentu menjadi bagian penting dalam komposisi makanan ikan. Ikan memilih makanan tertentu, yaitu dengan ditemukannya macam makanan tersebut sebagai bagian makanan terbesar di dalam lambungnya (Effendie, 1992).
Ukuaran lambung dipunyai oleh ikan sangat  berpengaruh terhadap daya tampung ikan tersebut menampung makanan yang masuk. Lambung merupakan tempat dimulainya proses pencernaan secara kimiawi dengan bantuan enzim-enzim sesuai dengan Bond (1979) lambung merupakan tempat untuk menyimpan makanan dan proses permulaan dari perencanaan dengan mencampurkan bahan makanan yang ditelan dengan lelehan gastrik dan organ ini dapat membesar dan mengembang atau mengecil sesuai dengan makanan yang dimakannya.














III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan tempat
Praktikum pertama yaitu asistensi dilaksanakan pada tanggal 29- Oktober- 2009. Praktikum kedua yang berjudul “feeding trial” dilaksanakan pada tanggal 05- November- 2009. Praktikum ketiga yang berjudul “feeding trial” dilaksanakan pada tanggal 12- November- 2009. Praktikum keempat yang berjudul “percobaan konsumsi harian pakan” dilaksanakan pada tanggal 10- Desember- 2009.
Semua praktikum ini dilaksansakan di laboratorium Nutrisi Ikan milik Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.
3.2. Bahan dan Alat
A. Bahan dan alat yang digunakan pada praktikum “feeding trial” adalah:

·      Akurium yang berukuran 40x40x60 cm sebanyak 2 buah serta peralatan.
·      Makanan yang diberikan/ yang akan di evaluasi
·      Ikan uji yaitu ikan nila ukuran 1 cm dan umur 10 hari
·      Alat analisis protein, karbohidrat dan lemak
·      Timbangan ohaus
·      Saringan dan wadah timbangan
·      Wadah makanan
·      Gelas ukur
·      Stop watch

B. bahan dan alat yang digunakan pada praktikum “percobaan konsumsi pakan harian”

· Ikan uji sebanyak 20 ekor
·  Makanan ikan
· Akuarium
· Aerator/ batu aerasi
· Timbangan
· Tempat makanan atau mangkok kecil
· Baki
· Aluminium foil
· Oven
· Tangguk
·  Selang untuk menyipon

C. alat dan bahan yang digunakan pada praktikum “percobaan laju pengosongan lambung ikan”
·      Ikan uji
·      Makanan yang diberikan pada ikan uji
·      Timbangan untuk menimbang berat ikan, berat makanan dan berat lambung ikan
·      Akuarium sebagai wadah pemeliharaan beserta aerasi
·      Seperangkat alat bedah yang digunakan untuk membedah dan memotong lambung
·      Baki tempat memotong ikan
·      Tangguk untuk menangkap ikan
·      Alat-alat tulis
3.3. Metode Praktikum
Metode yang digunakan pada semua praktikum nutrisi ikan ini adalah metode pengamatan secara lansung pada objek yang bersangkutan yaitu berupa ikan-ikan uji.
3.4. Prosedur Praktikum
A. Prosedur praktikum “feeding trial”\
·      Ikan yang akan diuji diadaptasi dengan makanan dan wadah percobaan. Kedalam wadah percobaan telah diisi air sebanyak 72 liter dan diberi aerasi. Padat tebar ikan sebanyak 20 ekr per wadah.
·      Pada setiap wadah diberi makanan pelet yang medngandung protein sebanyak 25%.
·      Perlakuan dalam percobaan ini adalah jumlah makanan sebanyak 3,5 dan 7 % dari berat ikan, yang diberi makan sebanyak 2 kali sehari.
·      Setiap hari makanan yang tersedia pada hari sebelumnya dibuang dengan cara penyiponan dan 20% airrnya diganti.
·      Ikan ditimbang sebanyak 25% dari populasi, setiap minggu untuk penyesuaian maakanan.
B. Prosedur praktikum “percobaan konsumsi harian pakan”
·      Ikan yang digunakan terlebih dahulu diadaptasi dengan makanan dan wadah pemeliharaan selama 3 hari. Hal ini bertujuan agar ikan uji terbiasa dengan lingkungan dan makanan yang akan diberikan.
·      Berat ikan ditimbang secara keseluruhan.
·      Ikan akan diberi makanan dengan frekuensi 1,2,3, dan 4 kali sehari (akurium berbeda untuk masing-masing perlakuan).
·      Makanan tambahan diberikan sebanyak 20% dari bobot biomassa.
·      Lama pemeliharaan ± 3 hari.
·      Ikan dikembalikan kedalam akuarium stok dan makanan yang tersedia
ditimbang setelah dikeringkan didalam oven selama 24 jam dengan suhu 50oc. Jumlah pakan yang dikonsumsi perhari (I) % bb adalah:
 x100%
Ma= makanan yang diberikan tiap hari
Ms= makanan sisa yang dikumpulkan tiap hari
Wt= berat biomassa ikan pada hari terahir
Wo= berat biomassa ikan pada awal percobaan
C. Prosedur praktikum “percobaan laju pengosongan lambung”
·      Persiapan, yaitu mempersiapkan ikan dan segala yang diperlukan dalam praktikum ini.
·      Ikan, ikan-ikan yang digunakan terlebih dahulu diadaptasi terhadap makanan dan tempat yang digunakan, selama kurang lebih 3 hari. Sehingga ikan uji benat-benar sudah biasa dengan lingkungan dan makanan yang diberikan.
·      Setelah ikan diberi makanan sekenyangnya, ikan dipindahkan ke akuarium lain yang telah tersedia. Gunakan untuk menghindari ikan uji jangan memakan sisa makanan yang masih ada pada akuarium.
·      Penimbangan berat ikan pada keadaan kenyang dilakukan sesaat setelah makan.
·      Setiap selang waktu 4 jam sekali selama 24 jam ikan diambil 3 ekor ditimbang dan diambil lambugnya untuk ditimbang.
·      Pembunuhan, sebelum dibedah terlebih dahulu ikan dimatikan dengan cara menusuk atau mengorek bagian kepalanya.
·      Pembedahan untuk mendapatkan lambung ikan dimatikan dengan menggunakan gunting.
·      Pemotongan lambung, pengambilan lambung ikan dilakukan dengan hati-hati dengan menggunakan gunting.
·      Pembedahan ikan minimal sebanyak 3 ekor setiap kelompok dilakukan satu persatu. Sebelum dibedah ikan ditimbang terlebih dahulu, setelah itu barulah dibedah untuk mengambil lambungnya. Hal ini dilakukan terhadap seluruh ikan sampel dan setiap interpal waktu sekali 4 jam.
·      Penimbangan lambung ikan dilakukan satu persatu dalam keadaan berisi dan kosong secara teliti dengan timbangan yang akurat.
·      Setiap pengukuran dalam setiap tahap dilakukan pencatatan secara teliti (berat dan lain-lain).
·      Pengolahan data dan penbuatan laporan. Data yang didapat ditabulasi pada tabel 2.














IV. HASIL  DAN  PEMBAHASAN

4.1. Hasil
1. Hasil praktikum “feeding trial 1”:
Ø Berat ikan nila (Orecromis niloticus) 66,9 gr, persentase pakan yang diberikan 5% dari bobot tubuh maka:  pakan per hari untuk 2 kali pemberian.
Ø Berat ikan gurami (Osphoronemus goramy) 62,9 gr, persentase pakan yang diberikan 7% dari bobot tubuh maka:  pakan per hari untuk 2 kali pemberian.
2. Hasil praktikum “feeding trial 2”:
Ø Berat ikan gurami (Osphoronemus goramy) 85 gr, persentase pakan yang diberikan 7% dari bobot tubuh maka:  pakan per hari untuk 2 kali pemberian.
3. Hasil praktikum “percobaan konsumsi harian pakan”:
Ø Berat ikan nila (Orecromis niloticus) 140,2 gr, persentase pakan yang diberikan 5% dari bobot tubuh maka:  pakan per hari untuk 2 kali pemberian.
Ø Berat ikan gurami (Osphoronemus goramy) 91,6 gr, persentase pakan yang diberikan 7% dari bobot tubuh maka:  pakan per hari untuk 2 kali pemberian.


4. Hasil praktikum “percobaan laju pengosongan lambung ikan”:
Waktu
Berat ikan
Berat lambung + isi
Berat lambung kosong
Berat isi
I (4 jam)
26,15
1,9
0,3
1,6
34,6
0,9
0,6
0.3
39,8
1,4
1,3
0,1
II (8 jam)
32,4
1,4
0,2
1,2
21,5
1,1
0,2
0,9
31,7
1,0
0,3
0,7
III (12 jam)
25,6
1,5
0,2
1,3
32,1
1,1
0,3
0,8
29,1
1,3
0,1
1,2

4.2 Pembahasan
Keberadaan ikan pada suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan makanan yang dibutuhkannya. Makanan adalah salah satu aspek ekologis yang mempunyai peranan penting dalam menentukan besarnya populasi, pertumbuhan dan reproduksi ikan (Nikolsky, 1963).
Makanan yang dimakan oleh ikan dapat diketahui dari analisis isi lambungnya. Jika suatu macam organisme makanan ikan banyak terdapat dalam suatu perairan belum tentu menjadi bagian penting dalam komposisi makanan ikan. Ikan memilih makanan tertentu, yaitu dengan ditemukannya macam makanan tersebut sebagai bagian makanan terbesar di dalam lambungnya (Effendie, 1992).
Konsumsi pakan ikan merupakan ukuran kebutuhan suatu populasi ikan terhadap sumber makanannya (Gerking dan Shelby, 1972). Pakan yang dikonsumsi pertama-tama akan digunakan untuk memelihara tubuh dan mengganti sel yang rusak, selebihnya untuk pertumbuhan dan reproduksi (Brett dan Groves, 1979).
Pengaturan konsumsi pakan oleh ikan merupakan pengaturan energi yang masuk, sehingga jumlah pakan yang dikonsumsi disesuaikan dengan laju metabolismenya (Peter, 1979). Pada dasarnya ikan akan mengkonsumsi pakan pada saat merasa lapar (nafsu makan tinggi) dan jumlah pakan yang dikonsumsi akan semakin menurun bila ikan mendekati kenyang (Hepher, 1988). Menurut Ware (1972, dalam Grove, dkk., 1978), nafsu makan ikan berhubungan erat dengan kepenuhan lambung, dan proses ini dikontrol oleh sistem syaraf pusat. Menurut Vahl (1979), kekenyalan lambung akan memomitor tingkat kepenuhan lambung pada ikan, dan selanjutnya menginformasikan tentang ruang yang tersedia dalam lambung untuk kegiatan makan berikutnya ke pusat-pusat makan di hipothalamus, yaitu Lateral Hipothalamus. LH ini merupakan pusat pengatur dan pengontrol tingkah laku makan pada teleostei (Peter, 1979).
Laju pengosongan lambung dapat didefinisikan sebagai laju dari sejumlah pakan yang bergerak melwati saluran pencernaan per-satuan waktu tertentu, yang dinyatakan sebagai g/jam atau mg/menit (Windell, 1978a). Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengosongan lambng yaitu suhu air, ukuran tbuh, jumlah pakan yang tersedia, frekuensi makan, ukuran partikel pakan, kandungan energi pakan, konsentrasi lemak pakan, pergerakan fraksipakan tercerna dan tidak tercerna, pemuasaan dan pemaksaan pakan (Windell, 1978a).
Nafsu makan berhubungan erat dengan kepenuhan lambung dan laju pengosongan lambung yang akan menentukan jumlah pakan yang dikonsumsi (Brett, 1971). Pemberian pakan yang berlebihan akan mengakibatkan adanya sisa pakan yang tidak termakan sehingga dapat menurunkan kualitas air media pemeliharaan, sehingga berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dan produksi ikan yang dibudidayakan (Boyd dalam Cholik et al 1986).
Ikan mengkonsumsi makanan pertama-tama untuk memenuhi kebutuhan energinya. Kandungan energi dalam pakan berkaitan eratdengan konsumsi pakan.  enurut Robinson et.al. (2001) energi dalam pakan akan mempengaruhi asupan pakan pada ikan yang diberi makan secara ad libitum. Jika energi dalam pakan terlalu tinggi, ikan akan cepat kenyang sehingga menghentikan konsumsi pakannya. Selain itu Nematipour, dkk. (1992) menyatakan bahwa tingginya energindalam pakan ikan menyebabkan terjadinya akumulasi lemak yang tinggi pada tubuh ikan sehingga akan membatasi jumlah pakan yang dikonsumsi. Dengan demikian jelas bahwa tingkat energi di dalam ransum berpengaruh besar terhadap jumlah pakan yang dikonsumsi ikan.
Kecernaan adalah suatu parameter yang menunjukkan berapa dari makanan yang dikonsumsi dapat diserap oleh tubuh (Lovel, et al., 1988), karena dalam suatu proses pencernaan selalu ada bagian makanan yang tidak dapat dicerna dan dikeluarkan dalam bentuk feses (Affandi et al., 1992). Ikan mempunyai kemampuan mencerna yang berbeda dengan hewan darat (Watanabe,1988).
Menurut Heper (1988), kecernaan pakan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: keberadaan enzim dalam saluran pencernaan ikan, tingkat aktivitas enzim-enzim pencernaan dan lamanya pakan yang dimakan bereaksi dengan enzim pencernaan. Masing-masing faktor tersebut akan dipengaruhi oleh faktor sekunder, yang berhubungan dengan spesies ikan, umur, dan ukuran ikan,kondisi lingkungan dan komposisi, ukuran serta pakan yang dikonsumsi.

















V. KESIMPULAN DAN SARAN
 

5.1. Kesimpulan
Dalam budidaya ikan pakan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan suatu budidaya ikan selain kualitas air. Pakan dalam kegiatan budidaya ikan sangat dibutuhkan oleh ikan untuk tumbuh dan berkembang. Pemberian pakan dalam suatu usaha budidaya sangat bergantung kepada beberapa faktor antara lain adalah jenis dan ukuran ikan, lingkungan dimana ikan itu hidup dan teknik budidaya yang akan digunakan.
Pemberian pakan adalah kegiatan yang rutin dilakukan dalam suatu usaha budidaya ikan oleh karena itu dalam manajemen pemberian pakan harus dipahami tentang beberapa pengertian dalam kegiatan budidaya ikan sehari-hari yang terkait dengan manajemen pemberian pakan antara lain adalah feeding frekuensi, feeding time, feeding behaviour, feeding habits, feeding periodicity dan feeding level.
Pertumbuhan adalah perubahan ukuran baik panjang, berat atau volume dalam jangka waktu tertentu. Pertumbuhan ini secara fisik diekspresikan dengan adanya perubahan jumlah atau ukuran sel penyusun jaringan tubuh pada periode waktu tertentu. Sedangkan secara energetik , pertumbuhan diekspresikan dengan adanya perubahan kandungantotal energi tubuh pada periode waktu tertentu (Rahardjo et al, 1989).
Pertumbuhan terjadi apabila ada kelebihan energi bebas setelah energi yang tersedia dipakan untuk metabolisme standar, energi untuk proses pencernaan dan energi untuk aktivitas.

5.2. Saran
Saran yang bisa diberikan untuk para praktikan adalah agar para praktikan benar-benar melakukan praktikum ini sesuai prosedur yang ada, sehingga hasil yang diperoleh bisa dipertanggung jawabkan. Karena ilmu yang bisa kita peroleh dari praktikum ini sangat banyak dan bermanfaat bagi kita kedepannya.


















DAFTAR PUSTAKA

Affandi,R., DS Sjafei, MF Rahardjo dan Sulistiono. 1992. Fisiologi Ikan. Pusat
Antar universitas Ilmu Hayati. IPB. Bogor.
Anonimous, 1994. Kimia Makanan Ternak. Bagan Kimia Makanan dan Pengolahan Bahan Makanan Ternak. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi.
Brett, J.R. dan T.D.D.Groves 1979. Physiological energetics dalam W.S. Hoar, D.J.
Randall dan J.R. Brett (Eds) : Fish physiology Vol VIII. Academic Press, New
York.
Cho, C.Y., C.B. Cowey, and R. Watanabe. 1985. Finfish Nutrition in Asia : Methodological approaches research Centre. Ottawa. 154 pp.
Djajasewaka, H.Y. 1985. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. 45 hal.
Effendie, M.I. 1992. Metoda Biologi Perikanan. Penerbit Yayasan Agromedia. Bogor.
Gerking dan D. Shelby. 1972. Revised food consumption estimate of bluegill sunfish poplation in wyland Lake Indiana, USA. Journal of fish biology, 4, 301-308.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 3. Diakses Dari http://ftp.lipi.go.id/pub/Buku_Sekolah_Elektronik/SMK/Kelas%20XII/Kelas%20XII_smk_budidaya_ikan_gusrina.pdf. Pada Tanggal 17 Mei 2009.
Lovell, T. 1988. Nutrition and Feeding in Fish. Auburn University An AVI, Book.
Publishing by Van Nostrand Reinhold. New York. 687 hal.
Maliyati, S.A., A. Sulaeman, F. Anwar. 1992. Pengolahan Pangan Tingkat Rumah
tangga. Departen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. PB. Bogor.
Maynard, L.A., J.K. Loosli, H.F. Hintz, and R.G.Warner. 1979. Animal Nutrition. Seventh Edition McGraw-Hill Book Company. New Delhi. 602 pp.
Nematipour, G.R., M.L. Brown, dan D.M. Gatlin III. 1992. Effects of dietary energy protein ratio on growth characteristic and body consumption of hybrid striped bass. Aquaculture, 107 :359-368.
Nikolsky, G.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press. New York.
Peter, R.E. 1979. The brain and feeding behavior. Hal 121-159 dalam Fish Physiology. Vol VIII. Academic Press, New York.
Purnomo, K.H. Satria dan A. Azizi. 1992. Keragaan Perikanan di Danau Semayang dan Melintang. Kalimantan Timur. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar 1992 / 1993. Hal. : 299-308.
Ranjhan, S.K. 1980. Animal Nutrition in the Tropics. Vikas Publishing Hause P&T Ltd., New Delhi.
Rankin, J.C. and F.B. Jensen. 1993. Fish Ecophysiology. Institute of Biology Odense. Denmark University. Chapman & Hall. London. 421 pp.
Robinson, E.H., M.H.Lie, dan B.B. Manning. 2001. A Practical Guide to Nutrition. Feeds and Feeding of Catfish (2nd. Rev.). Bulletin 1113. Misissipi Agricultural and Foresty Experiment Station, USA. 44 hlm.
Schneider, B.H. and W.P. Flatt. 1975. The Evaluation of Feeds Through Digestibility Experiment. The University of Georgia Press, New York
Sklan, D. and S. Hurwitz. 1980. Protein Digestion and Absorption in Young Chich and Turkey. Journal Nutrition. 110 : 139-144
Soares, J.H., and R.R. Kifer. 1971. Evaluation of protein based on residual amino acid of the illecal contents of chick. Poultry Sci. Brazil. 117 pp.
Sudjana, A. 1988. Pertumbuhan, Kelangsungan Hidup dan Produksi Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) yang dipelihara dalam kurungan Terapung pada Berbagai Padat Penebaran. Karya Ilmiah Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. 35 hal.
Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Ternak. Gajah Mada University Press, Yogyakarta
Watanabe, T. 1988. Fish Nutrition and Mariculture. JICA Texbook The General Aquaculture Course. Kanagawa International Fisheries Training Centre Japan International Cooperation agency.
Wiadnya, D.G.R, Hartati, Y. Suryanti, Subagyo, dan A.M. Hariati. 2000. Periode Pemberian Pakan yang mengandung Kitin untuk Memacu Pertumbuhan dan Produksi Ikan Gurame (Osphronemus goramy Lac.). Jurnal Peneltian Perikanan Indonesia, 6(2) :62-67.
Windell, J.T., Foltz, J.W, and Sarokon, J.A. 1978. Methods of fecal collection and nutrient leaching in digestibility studies. Progress in Fish Culture. 40 : 51-55.
Wooton, R.J., J.R.M. Allen, and S.J. Cole. 1980. Effect the body weight and temperature on the maximum daily food consumption of Gasterosteus aculeatus L. and Phoxinus phoxinus (L). Selecting and appropriate model. Journal of fish biology, 17:695-705.
















 














LAMPIRAN


Lampiran 1: Alat-alat yang digunakan selama praktikum























LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI IKAN


FEEDING TRIAL, PERCOBAAN KONSUMSI PAKAN HARIAN IKAN dan LAJU PENGOSONGAN LAMBUNG


Oleh
LOSITA SUSTRI
0704121066







LABORATORIUM NUTRISI IKAN
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN LMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2009