Selasa, 30 Oktober 2012
Senin, 29 Oktober 2012
Ikan Nila Nirwana (Nila. Ras Wanayasa)
I.
PENDAHULUAN
Sumber daya
alam yang ada di negara kita sangat melimpah, termasuk dalam bidang perikanan
dan kelautan. Namun dalam hal pemanfaatan dan pongelolaannya kuarg optimal,
banyak penangkapan-penangkapan liar yang dilakukan sehingga apabilahal ini dilakukan
ters-enerus maka kekayaan alam kita khususnya perikanan akan mengalami
pengurangan yang drastis. Dalam bidang budidaya perikanan, untuk melakukan
mengurangi dampak dari kegiatan tersebut, dilakukanlah berbagai teknologi untuk
meningkatkan produksi perikanan tanpa melakukan penangkapan yang akan merusak
kelestarian ikan yang ada di perairan Indonesia.
Ikan Nila di
Jawa Barat merupakan ikan introduksi yang datang pertama kali dari Taiwan pada.
tahun 1969 (Hardjamulia & Djajadireja 1977). Tahun 1975didatangkan Nila. Hibrid (hasil silang T. nilotica dan T.
mossambica) dari Taiwan. Nila. Merah muncul pada. tahun 1981 yang diintroduksi
dari Philipina. Kemudian pada tahun 1988 – 1989 didatangkan Parent Stock Nila
Chitralada dari Thailand, namun tidak berkembang.
Ikan Nila
GIFT merupakan varietas baru dari jenis Ikan Nila yang yang dikembangkan oleh
ICLARAM di Philipina. Ikan Nila GIFT tersebut diintroduksi dari Philipina pada.
tahun 1995 – 1997. Pada. tahun 2002 BPBI Wanayasa memperoleh famili Ikan Nila
GET (Genetically Enhanched of Tilapia). Ikan Nila GET tersebut diintroduksi
dari Philipina oleh Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat melalui BFAR (Bureau of
Fisheries and Aquatic Research).
Sejak pertama
kali didatangkan, sejak itu pula. budidaya Ikan Nila. dimulai. Kemampuan Ikan
Nila dalam beradaptasi dengan lingkungan barunya menjadikan ikan ini mudah
menyebar dan menjadi primadona dalam dunia budidaya perairan, khususnya
perairan tawar.
Penyebaran
Ikan Nila yang sangat cepat didukung dengan kecepat barunya bereproduksi
menjadikan perkembangan ikan ini tidak terkontrol. Dampak negatifnya adalah
banyak terjadi silang dalam (inbreeding), yang berakibat pada menurunnya
kualitas genetik ikan, selanjutnya akan menyebabkan turunnya performa ikan
tersebut baik pertumbuhan, daya tahan terhadap, penyakit,maupun kemampuan
beradaptasi terhadap perubahan lingkungannya.
Untuk
mengatasi penurunan kualitas genetik Ikan Nila tersebut, Ariyanto (2004)
menyatakan salah situ langkah yang dapat ditempuh adalah melaksanakan program
pemuliaan dengan Sasaran akhir mendapatkan induk lkan Nila unggul. Keunggulan
tersebut diharapkan dapat diwariskan pada keturunannya, sehingga menghasilkan
benih unggul (berkualitas). Salah situ alternatif program pemuliaan dalam
menghasilkan induk unggul adalah melalui program penangkapan seleksi (selective
breeding).
II.
ISI
2.1 IKAN NILA NIRWANA (Nila Ras
Wanayasa)
Upaya-upaya
mendasar yang mengarah kepada penangkaran selektif Ikan Nila telah dimulai oleh
Balai Pengembangan Benih Ikan (BPBI) Provinsi Jawa Barat yang berlokasi di
Wanayasa dengan mengoleksi 18 famili Ikan Nila. GIFT generasi ke-6 dan
24 famili Ikan Nila GET dari Philipina. Selanjutnya pada tahun 2003, BPBI
Wanayasa melakukan kerjasama dengan para. pakar perikanan dari Tim Ahli Tilapia
Broodstock Center, untuk menyusun dan melaksanakan program pengelolaan dan
seleksi Ikan Nila tersebut dengan tujuannya untuk mernpertahankan atau bahkan
mernperbaiki kualitasnya.
Sumber genetik kegiatan seleksi adalah GIFT (Genetic
Improvement for Farmed Tilapia) dan GET (Genetically Enhanched Tilapia). Saat
ini dalam kurun waktu pengerjaan selama 3 (tiga) tahun, BPBI Wanayasa telah
mendapatkan induk penjenis (Great Grand Parent Stock/GGPS), yang selanjutnya
diberi nama Ikan Nila Nirwana. (Nila. Ras Wanayasa) yang, penyediaan dan
diseminasinya diawasi oleh pemerintah.
Kegiatan seleksi dilaksanakan di Balai Pengembangan Benih
Ikan (BPBI) Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Pelaksanaan
seleksi famili dimulai pada minggu ke-3 bulan Juli Tahun 2003 dan masih
berlangsung sampai dengan saat ini.
2.2 PROSEDUR PELAKSANAAN SELEKSI
DAN HASIL YANG DICAPAI
Program penangkaran selektif yang dilaksanakan adalah seleksi
famili” (Gambar 1), mengacu pada SPO pemuliaan Ikan Nila yang diterbitkan oleh
Pusat Pengembangan Induk Ikan Nila Nasional (PPIIN) tahun 2004 yang
dimodifikasi sesuai dengan kondisi lapangan.
Tahapan
kegiatan untuk setiap generasi dilakukan dengan langkah kerja sebagai berikut :
1. Menyiapkan sejumlah famili dari koleksi yang
ada;
2.
Mengkondisikan Induk Ikan Nila yang akan diseleksi agar dapat memijah secara
bersamaan;
3.
Memijahkan sebanyak 5 (lima) pasang Induk untuk masing-masin famili hasil
persilangan yang baru;
4.
Mengamati secara periodik untuk menandai pasangan-pasangan yang memijah
5.
Benih ikan dari pasangan masing-masing famili yang memijah pada hari yang sama
digabung dan diambil secara acak sebanyak 500 ekor untuk dipelihara lebih
lanjut;
6.
Pendederan benih ikan dilakukan pada hapa berukuran 5 x 2 x 1,5 M3 di kolam
sampai dapat dibedakan antara jantan dan betina secara Morfologis (umur 4
bulan);
7.
Kelompok Ikan Nila jantan dan kelompok Ikan Nila Betina ditimbang dan diukur
(panjang baku, tinggi badan dan panjang kepala) satu per satu.;
8.
Kemudian. dipilih 10 ekor betina terbesar dan 10 ekor jantan terbesar dan
selajutnya ditagging serta dilakukan pencatatan
9.
Setiap famili hasil seleksi dipelihara secara terpisah antara jantan dan betina
sampai siap dipijahkan untuk membentuk generasi berikutnya.
Hingga
saat ini dalam kurun waktu pengerjaan selama 3 (tiga) tahun, telah didapatkan
tiga generasi Induk (F1, F2 dan F3). Dengan rincian jumlah famili, sebagai
berikut:
•
F1 menghasilkan 33 famili;
•
F2 menghasilkan 34 famili;
•
F3 menghasilkan 44 famili;
2.3 RENCANA MENGEMBANGKAN DAN
PRODUKSI
A.
Rencana Pengembangan. Melanjutkan kembali kegiatan seleksi hingga. dapat
menghasilkan lnduk Nila Nirwana generasi selanjutnya.
B.
Rencana Produksi. Memperbanyak dan mendistribusikan. turunan Induk Nila Nirwana
kepada petani/UPR.
III.
PENUTUP
Ikan Penjenis (GGPS) dari Ikan Nila Nirwana (Nila Ras
Wanayasa) akan dicapai pada generasi ke-3 atau sekitar 3 tahun sejak awal tahun
2004. Selama proses berlangsung, ikan-ikan tersebut dipelihara secara
terkontrol, cukup pakan dan kepadatan yang rendah agar karakteristik genetiknya
dapat tereksploitasi.
Secara
periodik ikan-ikan yang sedang dalam proses seleksi ini dipantau morfologi dan
morfometriknya. Genetic Gain setiap generasi. diukur dengan perbandingan laju
dan populasi kontrolnya.
Selanjutnya akan
hadir Ikan Nila Nirwana atau Nila Ras Wanayasa-1, Wanayasa-2 dstnya yang
merupakan perbaikan secara genetik dari generasi yang sebelumnya. Program
penangkapan selektif Ikan Nila Wanayasa ini dilakukan sepenuhnya oleh staf-staf
terampil BPBI dengan bimbinaan dari Tim Ahli “Tilapia Broodstock Center”.
DAFTAR PUSTAKA
sumber : Dinas Perikanan
Propinsi Jawa Barat,2008
HISTOLOGI TULANG, HATI, GINJAL, INSANG, GONAD, OTOT DAN EVITEL IKAN
A. Histologi
Histologi
berasal dari bahasa Yunani yaitu histos
yang berarti jaringan dan logos yang berarti ilmu. Jadi histologi berarti suatu
ilmu yang menguraikan struktur dari hewan secara terperinci dan hubungan antara
struktur pengorganisasian sel dan jaringan serta fungsi-fungsi yang mereka
lakukan. Jaringan merupakan sekumpulan sel yang tersimpan dalam suatu kerangka
struktur atau matriks yang mempunyai suatu kesatuan organisasi yang mampu
mempertahankan keutuhan dan penyesuaian terhadap lingkungan diluar batas
dirinya (Bavelander, 1998).
Menurut
Wikipedia (2009), histologi adalah bidang biologi yang mempelajari tentang
struktur jaringan secara detail menggunakan mikroskop pada sediaan jaringan
yang dipotong tipis. Histologi dapat juga disebut sebagai ilmu anatomi
mikroskopis.
B. Proses
Histologi
Cara pembuatan
sediaan histologis disebut mikroteknik. Pembuatan sediaan dari suatu jaringan
dimulai dengan operasi, biopsi, atau autopsi. Jaringan yang iambil kemudian
diproses dengan fiksatif yang akan menjaga agar sediaan tidak akan rusak
(bergeser posisinya, membusuk, atau rusak). Fiksatif yang paling umum digunakan
adalah formalin (10% formaldehida yang dilarutkan dalam air). Larutan Bouin
juga dapat digunakan sebagai fiksatif alternatif
meskipun
hasilnya tidak akan sebaik formalin karena akan meninggalkan bekas warna kuning
dan artefak. Artefak adalah benda yang tidak terdapat pada jaringan asli, namun
tampak pada hasil akhir sediaan. Artefak ini terbentuk karena kurang
sempurnanya pembuatan sediaan (Wikipedia I, 2009).
Affuwa
(2007), menyatakan bahwa membuat histologi jaringan hewan mula-mula dengan
menyiapkan jaringan segar dalam pengamatan mikroskopis yaitu dengan cara
fiksasi. Tujuan dilakukannya fiksasi adalah mencegah terjadi kerusakan pada
jaringan, menghentikan proses metabolisme secara cepat, mengawetkan komponen
sitologis dan histologis, mengawetkan keadaan sebenarnya, mengeraskan materi
yang lembek, dan jaringan-jaringan dapat diwarnai sehingga bisa diketahui
bagian-bagian jaringan.
Faktor-faktor
yang berperan dalam fiksatif adalah buffer (pH), suhu yang rendah mencegah
autolisis,untuk mendapatkan daya penetrasi yang tinggi digunakan irisan setipis
mungkin, perubahan volume, osmolaliitas pada larutan fiksatif, penambahan
deterjen sehingga fiksatif cepat masuk, konsentrasi, dan waktu fiksatif. Dehidrasi
memiliki fungsi menghilangkan air dalam jaringan. Bahan yang digunakan untuk
dehidrasi harus mampu menggantikan fungsi air. Dehidrasi yang baik dilakukan
secara bertahap yaitu mulai dari konsentrasi 70% sesuai dengan pelarut Bouin
formol kemudian berturut-turut ke dalam alkohol 80%, 90%, 96% dan alkohol
absolut. Pada setiap konsentrasi dilakukan pengulangan 3 kali (Botanika, 2008).
Selanjutnya
tahap dehidrasi, dehidrasi dilakukan setelah fiksasi dengan tujuan untuk
mengeluarkan air dari jaringan, ini merupakan prinsip dari teknik parafin yaitu
air dikeluarkan dan diganti dengan parafin sehingga blok jaringan mudah
dipotong, ini dilakukan 2 tahap yakni dehidrasi dan penjernihan. Proses
dehidrasi dilakukan dengan memasukkan jaringan yang sudah difiksasi kedalam
larutan alkohol berturut-turut dari kadar 70% sampai 100% (Robby , 2000)
Selanjutnya
dengan proses clearing, untuk memungkinkan paraffin dapat masuk ke dalam sel,
haruslah alkohol di dalam organ diganti dengan zat yang mudah mengusir alkohol
tetapi kemudian harus bisa diusir oleh paraffin. Clearing atau dealkoholisasi
ini dapat menggunakan aceton, benzol,toluol, dan xilol. Proses clearing dapat
dilakukan selama 24 jam (Jvetunud, 2008).
Embedding
dilakukan dengan membuat kotak kertas. Beberapa keuntungan menggunakan kotak
kertas yaitu bisa membuat arah sayatan dan menandai jaringan. Sebelum jaringan
atau sampel ditanam maka terlebih dahulu paraffin dalam kotak harus membeku
pada bagian dasarnya sehingga memungkinkan objek tidak langsung menempel pada
dasar kertas. Blok paraffin yang akan disayat dulu maka dibentuk dulu
(trimming). Bentuk blok disesuaikan dengan bentuk pitanya yang diinginkan. Hal
in dikarenakan penampang blok paraffin menggambarkan blok pita yang akan
diiris. Letak mata pisau pada mikrotom sangat menentukan hasil yang diperoleh.
Pisau dibersihan dengan xylol dari sisa-sisa paraffin yang menempel. Hasil
sayatan diambill dengan menggunakan kuas secara hati-hati. Hasil sayatan
diletakkan dalam bak khhusuus dann diperhatikan urutannya. Pita hasil sayatan
ditempel pada kaca objek dengan menggunakan meyer albumin. Kaca objek
selanjutnya diletakkan di atas meja penangas (heating plate) (Botanika, 2008).
Selanjutnya
tahap dehidrasi, tahap rehidrasi atau dehidrasi sangatlah penting dilakukan sebelum
dilakukan pewarnaan. Hal itu baru dilakukan bila paraffin dalam sayatan sudah
larut dan biasanya dilarutkan dalam xylol (Botanika, 2008).
Proses
sectioning diawali dengan pengirisan blok parafin dengan scalpel, sehingga
permukaan blok parafin yang akan diiris dengan mikrotom berbentuk segi empat.
Irislah sedemikian rupa, sehingga preparat akan terletak tepat berada di tengah
blok. Proses pewarnaan dilakukan setelah preparat dideparafinasindengan
merendam preparat pada xylol. Salah satu pewarna metode parafin pada jaringan
hewan adalah hematoxylin dan Eosin. Zat warna hematoxilin ini bersifat aquaosa
(Botanika, 2008).
Jenis-jenis histologi ikan:
1.
Histologi
Tulang
Gambar 1. Histologi tulang ikan normal
Tulang adalah
jaringan yang tersusun oleh sel dan didominasi oleh matrix kolagen
ekstraselular (type I collagen) yang disebut sebagai osteoid. Osteoid ini
termineralisasi oleh deposit kalsium hydroxyapatite, sehingga tulang menjadi
kaku dan kuat.skip to main | skip to sidebar
JENIS JARINGAN TULANG Secara histologis tulang
dibedakan menjadi 2 komponen utama, yaitu :
1. Tulang
muda/tulang primer
2. Tulang
dewasa/tulang sekunder
Kedua jenis ini memiliki komponen yang sama, tetapi
tulang primer mempunyai serabut-serabut kolagen yang tersusun secara acak,
sedang tulang sekunder tersusun secara teratur.
1.Jaringan
Tulang Primer
Dalam
pembentukan tulang atau juga dalam proses penyembuhan kerusakan tulang, maka
tulang yang tumbuh tersebut bersifat muda atau tulang primer yang bersifat
sementara karena nantinya akan diganti dengan tulang sekunder. Jaringan tulang
ini berupa anyaman, sehingga disebut sebagai woven bone. Merupakan komponen
muda yang tersusun dari serat kolagen yang tidak teratur pada osteoid. Woven
bone terbentuk pada saat osteoblast membentuk osteoid secara cepat seperti pada
pembentukan tulang bayi dan pada dewasa ketika terjadi pembentukan susunan
tulang baru akibat keadaan patologis. Selain tidak teraturnya serabut-serabut
kolagen, terdapat ciri lain untuk jaringan tulang primer, yaitu sedikitnya
kandungan garam mineral sehingga mudah ditembus oleh sinar-X dan lebih banyak
jumlah osteosit kalau dibandingkan dengan jaringan tulang sekunder. Jaringan
tulang primer akhirnya akan mengalami remodeling menjadi tulang sekunder
(lamellar bone) yang secara fisik lebih kuat dan resilien. Karena itu pada
tulang orang dewasa yang sehat itu hanya terdapat lamella saja.
2.Jaringan
Tulang Sekunder
Jenis ini biasa
terdapat pada kerangka orang dewasa. Dikenal juga sebagai lamellar bone karena
jaringan tulang sekunder terdiri dari ikatan paralel kolagen yang tersusun
dalam lembaran-lembaran lamella. Ciri khasnya : serabut-serabut kolagen yang
tersusun dalam lamellae(lapisan) setebal 3-7μm yang sejajar satu sama lain dan
melingkari konsentris saluran di tengah yang dinamakan Canalis Haversi. Dalam
Canalis Haversi ini berjalan pembuluh darah, serabut saraf dan diisi oleh
jaringan pengikat longgar. Keseluruhan struktur konsentris ini dinamai Systema
Haversi atau osteon.
Sel-sel tulang yang dinamakan osteosit berada di antara lamellae atau kadang-kadang di dalam lamella. Di dalam setiap lamella, serabut-serabut kolagen berjalan sejajar secara spiral meliliti sumbu osteon, tetapi serabut-serabut kolagen yang berada dalam lamellae di dekatnya arahnya menyilang. Di antara masing-masing osteon seringkali terdapat substansi amorf yang merupakan bahan perekat.
Susunan lamellae dalam diaphysis mempunyai pola sebagai berikut :
Tersusun konsentris membentuk osteon. Lamellae yang tidak tersusun konsentris membentuk systema interstitialis. Lamellae yang malingkari pada permukaan luar membentuk lamellae circumferentialis externa.
Lamellae yang melingkari pada permukaan dalam membentuk lamellae circumferentialis interna.
Sel-sel tulang yang dinamakan osteosit berada di antara lamellae atau kadang-kadang di dalam lamella. Di dalam setiap lamella, serabut-serabut kolagen berjalan sejajar secara spiral meliliti sumbu osteon, tetapi serabut-serabut kolagen yang berada dalam lamellae di dekatnya arahnya menyilang. Di antara masing-masing osteon seringkali terdapat substansi amorf yang merupakan bahan perekat.
Susunan lamellae dalam diaphysis mempunyai pola sebagai berikut :
Tersusun konsentris membentuk osteon. Lamellae yang tidak tersusun konsentris membentuk systema interstitialis. Lamellae yang malingkari pada permukaan luar membentuk lamellae circumferentialis externa.
Lamellae yang melingkari pada permukaan dalam membentuk lamellae circumferentialis interna.
2.Histologi Hati
Hati
merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh, mempunyai selubung peritoneum dan
menerima suplai darah dari vena portae dan arteri hepatica sedangkan darah
keluar dari alat tubuh ini melalui vena hepatica yang masuk kedalam vena capa
caudalis.
Secara
mikroskopis hati tesusun atas asinus dan lobulus. Asinus berpusat pada pembuluh
darah axial, berasal dari art hepatica dan vena porta yang berdekatan dengan
tractus polar. Bagian perifer dibatasi oleh vena hepatica yang mengelilinginya.
Lobulus berpusat pada venula hepatica terminalis. Bagian perifer dibatasi oleh
garis imaginer yang menghubungkannya dengan tructus portal yang
mengelilinginya. Adanya lapisan sel sinusoid adalah penetrasi dan menutupi
ruangan keduanya menahan mikrovilisel menyimpan lemak. Hepatosit poligonal dan
mempunyai sentral nukleus dengan ketebalan staining kromatin tepi dan nukleolus
utama. Hepatoksik sering kali bengkak dengan glikogen atau netral lemak. Ketika
sel berkerut dan semua hati berisi dengan pigmen kuning kolorid.
Gambar 2.
Histology of liver of Treatment A (0.0 mg/l LAS). Magnified 400x. No
histological damage was found, the hepatocyt of the liver was clearly shown.
Gambar 3. Histology of liver of Treatment E
(0.377 mg/l LAS). Magnified 400x. The congestion were spread allover the liver
tissue
Pada
gambar tersebut terlihat penampakan sel-sel hepatosit. Di mana sel-sel
hepatosit memiliki bentuk yang menyerupai plat tipis atau lembaran-lembaran
yang terpisah oleh sinusoida–sinusoida yang tersebar secara radial
Kondisi
histologi hati yang baik dengan fungsi yang maksimal senantiasa ditandai oleh
bentuk sel normal dan kandungan glikogen yang melimpah. Glikogen itu sendiri
merupakan substansi utama yang tersimpan dalam hati tersebar dalam sitoplasma
dan biasanya dalam konsentrasi besar.
3. Histologi Ginjal
Ginjal terdiri dari dua bagian yaitu caput renalis
anterior yang tersusun atas jaringan hemapoeitik, limfoid, dan endokrin serta
trunkus renalis posterior yang tersusun atas nefron- nefron dikelilingi
jaringan limfoid interstitial. Sisi kiri dan kanan dari trunkus renalis
berdifusi dan membentuk lengkungan yang mengisi ruangan di antara kedua gas
bladder. Di bagian posterior dari lengkungan ini trunkus renalis menipis
menyesuaikan lekukan pada gas bladder. Caput renalis terpisah atas bagian kanan
dan kiri, terletak dibagian di anterior dan lengkungan tersebut memasuki daerah
craneum.
Cairan tubuh dari ikan air tawar memiliki kosentrasi
ion yang lebih tinggi di banding dengan lingkungan sekitarnya, kondisi ini
disebut dengan hiperosmotik. Untuk mempertahankan gradient kosentrasi tersebut
dibutuhkan sistem pembuangan dan koserbasi
dari ion- ion disamping adanya proses ekskresi air yang telah
difiltarasi oleh ginjal. Proses filtarsi ini dilakukan ginjal yaitu pada bagian
nefron glomerulus yang terdiri dari corpus renalis dan tubulus renalis. Corpus
renalis terdiri atas glomerulus-glomerulus yang diselubungu oleh capsula
bowman. Epitelia parietalis dan visceralis membentuk ” Bowman’s space” yang
memisahkan glomerulus dengan bagian-bagian lain dari ginjal. Glomeruli
berukuran kecil dan vasculer dengan tubuli renalis yang mempunyai 6 region
sitologis yang berbeda:
1. Neck region merupakan
lanjutan dari epitalia parietalis dan visceralis dari capsula bowman yang
mengoisolasi glomerulus. Neck region memiliki lumen yang dikelilingi oleh
sel-sel epitel kuboid bersilia sampai kolumner pendek. Sitoplasma dari sel- sel
ini tercat basofilik tipis. 2. Tubulus proximalis primer diselubungi oleh
epitel-epitel columner tinggi dengan nuklei basalis dan sitoplasma yang tercat
eosinofilic tipis. Microvilli dengan puncak berbentuk tepi sikat menjulur ke
lumen. 3. Tubulus
proximalis sekunder masih tersusun atas sel-sel epitel columner tinggi dengan
niclei yang terletak lebih sentral dan
tepi-tepi sikat yang berkembang lebih baik. 4. Tubulus intermedius memiliki lumen yang sempit
dikelilingi oleh sel-sel epitel kuboid sampai kolumner pendek dengan teoi-teoi
sikat yang tidak jelas. Sel –sel ini tercat eosinofilik kuat.
5. Tubulus distalis tersusun
atas sel-sel epitel columner yang brsar. Nukleus terletak ditengah sedangkan
tepi-tepi sikat mereduksi atau tidak ada. 6. Tubulus conectivus berukuran lebih besar daripada
tubulus distalis. Sel-sel epitelcolumner tercat eosinofilik lemah dengan
nukleus terletak dibasal dan tidak adanya tepi-tepi sikat.
Gambar
4. histologi ginjal normal
Gambar
5. Periodic Acid-Schiff (PAS) staining to show fungal hyphae (arrow)within
rainbow trout kidney .
4. Histologi Insang
Insang ikan terdiri dari dua rangkaian utama yang tersusun kepada
empat lengkungan tulang rawan dan tulang keras (holobrankhia) yang menyusun sisi-sisi
faring. Setiap holobrankhia mempunyai dua hemibrankhia yang menonjol dari
pangkal posterior lengkung insang. Hemibrankhia terdiri dari dua baris filamen
tipis yang disebut lamella primer. Permungkaan lamella primer melebar akibat
kehadiran lamella sekunder berupa lipatan
semilunar yang menutup permungkaan dorsal dan ventral. Insang juga
dilengkapi dengan lapisan sel-sel penghasil mukus dan pengekskresi amonia serta
kelebihan garam. Pada bagian tenggah
pinggiran anterior di lengkapi dengan gill rakers, yang berfungsi sebagai
penyaring partikel-partikel makanan. Posisi insang, struktur dan mekanisme
kontak dengan lingkungan menjadikan
insang ikan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Posisi ini
tempat yang cocok untuk terjadinya infeksi akibat berbagai organisme patogenik.
Lamella insang terdiri dari sel-sel epidermis tipis dan pilar cells
(sel-sel pendukung berbentuk batang ) yang mendukung aliran darah ke insang.
Ketebalan lamella berfariasi tergantung kepada spesies dan aktivitasnya. Pertukaran
gas berlansung pada lamella sekunder yang merupakan lipatan sel-sel epitel
biasanya satu lapis sel yang di dukung dan dipisahkan oleh pillar cells.
Lapisan tipis pembuluh darah berada di antara piller cells dan epidermis
merupakan tempat terjadinya proses pertukaran gas, pembuangan sisa metabolik
yang bersifat nitrogenus dan pertukaran beberapa elektrolit. Pertukaran gas uni
juga di lengkapi dengan adanya mekanisme buka-tutup rongga mulut dan celah
insang. Pertukaran ion pada lamella dapat mentransfer 60-80% oksigen dari
air masuk kedalan darah. Pseudobrankhia
terdapat pada bagian bawah operculum atas. Organ ini berupa lengkung insang
dengan satu deret filamen-filamen. Fungsi pseudobrankhia belum diketahui, tetapi
di duga merupakan srtuktur yang memasok darah kaya oksigen ke khoroid optika
dan retina dan kemungkinan berperan dalam
fungsi-fungsi baroreseptor dan termoregulatar.
Insang dilengkapi dengan sejumlah glandula yang
dikenal sebagai glandula brankhial, yaitu sel-sel epitel insang yang mengalami
spesialisasi. Glandula tersebut adalah glandula mukosa dan glandula asidofilik
(sel-sel khlorida). Glandula mukosa berupa sejumlah sel-sel tunggal berbentuk
buah pear atau oval dan menghasilkan mucus dan terdapat baik pada lengkung
insang, filamen insang maupun lamela sekunder. Mukus merupakan glikoprotein
yang bersifat basa atau netral yang berfungsi sebagai: Perlindungan atau proteksi, Menurunkan terjadinya friksi atau gesekan,
Antipatogen, Membantu pertukaran ion, Membantu pertukaran gan dan air
Peranan insang sebagai organ respirasi mengharuskan
insang berhubungan lansung air disekelilingnya, maka sebagian dari permungkaan
insang ini berfungsi pula sebgai tenpat pertukaran ion-ion tertentu. Pertukaran
ion-ion ini terjadi pada sel klorid. Jadi insang turut berperan pula sebagai
organ osmoregulasi di samping ginjal. Sedangkan permungkaan luar insang kaya
akan sisi muatan negatif seperti fosfolipid (dua lapisan membran sel) dan
glikoprotein dari lapisan lendir yang menutupi permungkaan insang (Lacroix,1993).
Keracunan
akibat bahan kimia dapat meningkatkan kecepatan respirasi, di ikiti sebagian
atau seluruh tubuh nya menjadi kurang seimbang , terganggunya reduksi
pernafasannya dan diikuti rasa sakit dalam waktu lama sampai akhirnya mati.
Luas permungkaan insang ikan yang besar dari volume tubuhnya dibandingkan
dengan ynag dewasa , sehingga kemungkinan absorpsi toksikan melalui insang juga
lebih besar.
Gambar 6. Histopathology
of the gill in treatment A (0,0 mg/l LAS). Magnified 400x. It showed that there
was no gill damage observed The gill was still in normal condition.
Gambar 7.
Histopathology of the gill in treatment F (0,472 mg/l LAS). Magnified 400x. It
showed hypertrophy and hyperplasia of the gill lamellae. The number of
hyperplasia lamellae was dominant compared to the hypertrophy lamellae. This
was due to the increase number of the cells so that the lamellae overlapped and
sticked each other.
Struktur
jaringan insang terdiri dari sel klorid, eritrosit, lamella primer, sel pilar,
penyangga kartilago, sel intermella, dan sel mucosa.
5. Histologi Gonad
Gambar 8. Histologi Testis Ikan normal
Ket: Spg =
spermatogenia; spt pr = spermatosit primer;
spt sk =
spermatosit sekunder; Spd = spermatid; Spz = spermatozoa.
Gambar 9.
Mature/spawning oocytes in fathead min-now ovary: The oocytes and the yolk
granules have attained their maximum size just prior to spawning, and the
nucleus is not evident (paraffin, H&E, bar = 100 μm).
6. Histologi Jaringan Otot
Gambar
10. Histologi Jaringan Otot
Otot
tersusun atas sel-sel otot yang fungsinya menggerakkan organ-organ tubuh.
Kemampuannya untuk menggerakkan organ tubuh disebabkan karena jaringan otot
mampu berkontraksi. Kontraksi otot dapat berlansung karena molekul protein yang
membangun sel otot dapat memanjang dan memendek. Jaringan otot ada 3 yaitu:
otot polos, otot lurik dan otot jantung.
7. Histologi Jaringan Epitel
Jaringan epitel terdiri
dari susunan sel-sel yang letaknya berdekatan dan disatukan oleh bahan antar
sel (intercelular substance). Epitel di satu sisi mempunyai permukaan
bebas dan di sisi lain berbatasan dengan jaringan lain di bawahnya. Jaringan
epitel merupakan suatu lapisan yang sangat rapat susunan sel-selnya dan
biasanya membatasi tubuh dengan lingkungannya baik sebelah luar maupun sebelah
dalam seperti dinding usus, pembuluh darah, dan lain-lain.
Ciri-ciri jaringan epitel :
1. Sel-selnya terletak berdekatan dengan
susunan tertentu, memiliki daerah pertautan yang jelas dan kuat.
2. Memiliki permukaan bebas dan sel-selnya
dapat membentuk penjuluran sitoplasma dengan tujuan tertentu.
3. Lazimnya berdiri pada membran basal
(lamina basalis, membrana proporia).
4. Jarang sekali terdapat pembuluh darah di
dalamnya.
Perkembangan
embrionik dari berbagai sistem organ berasal dari lapisan lembaga ektoderm,
endoderm, dan mesoderm.
Gambar 11. fin erosion showing hyperemia
(white arrows) and edema (black arrows). Note the infiltration of erythrocytes
(white arrows) in the epithelium; x 1260.
Tugas Individu Histologi
HISTOLOGI TULANG, HATI, GINJAL,
INSANG, GONAD, OTOT DAN EVITEL IKAN
Oleh:
Nama : Losita Sustri
NIM : 0704121066
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2010
Langganan:
Postingan (Atom)